Liputan6.com, Sirte - Amerika Serikat telah memperluas serangan udara yang ditujukan kepada ISIS ke Libya. Operasi tersebut diawali dengan menyerang kota pesisir Sirte, demikian menurut keterangan pejabat AS pada Senin, 1 Agustus 2016.
Menurut juru bicara Pentagon, Peter Cook, serangan udara AS itu dilakukan atas permintaan pemerintah sementara Libya atau dikenal dengan Government of National Accord (GNA) untuk mendukung tentaranya dalam memerangi benteng utama ISIS di Libya.
Advertisement
"Pasukan GNA telah berhasil merebut kembali wilayah yang sebelumnya diduduki oleh ISIS di sekitar Sirte, dan tambahan serangan AS akan terus menargetkan ISIS di Sirte agar GNA dapat melakukan strategi terdepan," ujar Cook.
"AS berdiri bersama masyarakat internasional dalam mendukung GNA untuk memulihkan stabilitas dan keamanan Libya," tambahnya.
Gedung Putih mengatakan, Presiden Barack Obama mengesahkan serangan udara tersebut atas anjuran Menteri Pertahanan AS Ash Carter. Demikian seperti dikutip dari CNN, Selasa (2/8/2016).
"Presiden telah mengatakan dengan jelas bahwa ia akan menolak adanya tempat aman bagi ISIS atau kelompok yang mencoba membahayakan kita," kata juru bicara Gedung Puith, Eric Schultz.
Hingga saat ini belum diketahui jumlah militan ISIS atau bangunan mereka yang terdampak akibat serangan udara tersebut.
Selain di Irak dan Suriah, kehadiran ISIS di Libya dianggap yang paling berbahaya oleh Direktur CIA, John Brennan. Kedekatan Libya dengan Eropa juga menambah masalah tersebut.
"Kami menilai bahwa ISIS berusaha untuk meningkatkan pengaruhnya di Afrika dan merencanakan serangan di kawasan itu dan Eropa," ujar Brennan.
'Horor' Kehadiran ISIS di Libya
Menurut laporan Human Rights Watch, kelompok teror itu telah merusak kehidupan penduduk Sirte. ISIS mengalihkan makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan uang tunai milik warga dan diberikan untuk anggotanya serta menyita rumah warga yang mengungsi.
"Tak ada sayur-sayuran atau daging. Hampir seluruh toko tutup. Sementara itu Daesh (ISIS) tinggal di rumah kami dan memanggang daging," ujar salah satu warga kepada Human Rights Watch.
ISIS juga dituduh menjarah dan menghancurkan rumah-rumah yang mereka anggap musuh. Lebih dari dua per tiga dari 80 ribu penduduk Sirte telah mengungsi.
"Kami butuh bantuan. Kami tak memiliki makanan atau rumah untuk menampung orang-orang yang lari dari pertempuran," ujar Wali Kota Misrata, kota dekat Sirte, Mohamed Eshtewi.