Liputan6.com, New York - Pemaparan dalam beberapa majalah wanita tentang orgasme memang mengundang penasaran, demikian juga dengan pandangan bahwa orgasme pada kaum wanita merupakan kenikmatan kecil yang menjadi hiburan -- sebagai kompensasi menstruasi dan kehamilan.
Tulisan-tulisan dalam majalah menyebutnya sebagai ketidakadilan evolusi Darwin. Namun demikian, suatu penelitian yang diterbitkan Senin 1 Agustus 2016 mengungkapkan hal lain.
Dikutip dari Scientific American pada Selasa (2/8/2016), dijelaskan bahwa ketika mamalia berkembang dari mahluk penyendiri menjadi mahluk sosial, maka proses ovulasi kemudian berlangsung otomatis, lalu orgasme dan klitoris sama-sama kehilangan peran reproduktif.
Baca Juga
Advertisement
Mengapa Hal Ini Penting?
Pada beberapa mamalia, seks merangsang pelepasan hormon yang diperlukan untuk ovulasi (pembuahan sel telur). Dalam perkembangan selanjutnya, senggama tidak lagi bertalian dengan proses biokimia. Tidak mudah mengetahui kapan terjadinya pemisahan ini karena tidak mudah mempelajari aspek rangsangan seksual pada para leluhur manusia.
Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Experimental Zoology mencoba melihat alur cerita orgasme wanita pada manusia. Penelusuran dilakukan hingga didapatinya tanggapan biologis mamalia betina yang serupa ketika mamalia yang dimaksud sedang melakukan seks.
Sejak masa filsuf Aristoteles, para peneliti telah mengamati kegunaan biologis dan fungsional orgasme wanita. Kaum pria memerlukan orgasme untuk menyemprotkan sperma, tapi kaum wanita tidak memerlukan orgasme untuk ovulasi maupun bisa hamil.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa orgasme tetap ada karena memiliki fungsi psikologis dalam reproduksi. Karena terasa nikmat, maka wanita akan menginginkan lebih banyak seks.
Dari Mana Asalnya Orgasme?
Mihaela Pavliev, dari departemen pediatri (kedokteran anak) di Cincinnati Children’s Hospital Medical Center, dan Günter Wagner, ahli biologi evolusioner dari Yale University, membandingkan mamalia yang lebih primitif dengan yang lebih kompleks untuk melihat bagaimana orgasme kemudian terpisah dari ovulasi.
Hewan-hewan penyendiri seperti kucing dan kelinci mengalami ovulasi yang dirangsang oleh pejantan. Artinya, sel telur yang matang dilepaskan dari ovarium hanya pada saat kopulasi (senggama).
Para peneliti menyebutkan adanya bukti reaksi fisiologis yang serupa dengan klimaks seks pada manusia. Pada saat ovulasi, ada hormon prolaktin yang dilepaskan.
Tapi kaum wanita juga mengalami lonjakan prolaktin ketika sedang orgasme, bahkan tidak sedang mengalami ovulasi. Penelitian mengungkapkan bahwa orgasme kaum wanita dan hormon yang terpancar berbarengan pada saat orgasme merupakan peninggalan leluhur manusia terkait fungsi reproduksi, karena sebenarnya manusia dan mamalia berahim lainnya mengalami pembuahan secara spontan.
Ketika ovulasi rangsangan berubah menjadi ovulasi spontan, maka orgasme kaum wanita bisa untuk keperluan lain walaupun tidak lagi jelas perannya dalam reproduksi manusia.
Wagner dan Pavliev juga mendapati bahwa ketika ovulasi tidak lagi berkaitan dengan orgasme, maka klitoris juga tidak lagi berada dalam liang vagina.
"Orgasme kaum wanita itu, secara evolusioner, mirip seperti usus buntu. Artinya, bisa dipergunakan untuk suatu hal, tapi tidak jelas apakah ada fungsi selain ikatan psikologis antara pasangan," kata Wagner.
Wagner membandingkan orgasme kaum wanita dengan kemampuan manusia untuk menikmati musik dan aspek-aspek sejenisnya dalam kehidupan. Katanya, "Ternyata nilai sesuatu yang mampu terjadi pada tubuh manusia tidak serta-merta harus fungsional."
Orgasme kaum wanita telah berkembang lebih dari perannya di masa purba, tapi masih bisa mempercepat ovulasi pada manusia, asalkan ovulasinya terjadi dalam satu jam sesudahnya, demikian menurut Wagner.
Advertisement
Lalu Apa Berikutnya?
Walaupun telah kehilangan fungsi biologisnya, orgasme kaum wanita akan tetap ada. Demikianlah adanya, karena sebenarnya klitoris dan penis berkembang dari bagian yang sama pada saat manusia masih sebagai janin.
Kata Wagner, "Kalau klitoris lenyap sepanjang evolusi, maka demikian juga dengan penis." Padahal, tanpa penis, tidak mungkin sperma bisa secara alamiah memasuki tubuh wanita.
Artinya, kalau tidak ada penis, kita terpaksa mengandalkan prosedur kedokteran seperti IVF dan inseminasi buatan untuk memastikan kelangsungan manusia.
Kaum pria juga memiliki puting susu karena alasan yang sama. Puting susu pada kaum pria adalah peninggalan dari tahap sebelumnya selama perkembangan janin dan tidak ada fungsi selain penambahan kenikmatan seksual. Namun demikian, puting susu tidak bisa dienyahkan dari kaum wanita.
Apa Maknanya Semua Ini?
Yang jelas, manusia di masa kini melakukan seks untuk alasan-alasan yang lebih jauh daripada sekedar reproduksi.
Caroline Pukall, profesor psikologi dan penulis seksualitas manusia dari Queen’s University, mengatakan, "Penelitian ini adalah cara pandang baru tentang mengapa kaum wanita memiliki orgasme, tapi saya berpendapat bahwa kita tidak akan pernah mengerti sepenuhnya."
Kebutuhan-kebutuhan mendasar kita telah terpenuhi dan "kita mampu melakukan lebih daripada sekedar mencoba menyintas," kata Pukall yang juga adalah seorang ahli terapi seks.
Menurutnya, manusia sekarang ini malah mencoba membatasi kesuburannya dan bukannya mencoba agar hamil. Cukup banyak orang yang memilih untuk tidak memiliki anak, demikian juga halnya dengan senggama di antara pasangan sejenis yang ternyata tetap melibatkan orgasme.
Ia menambahkan,"Argumennya cerdas dan menarik, tapi tidak menjelaskan dorongan dan kebutuhan manusia untuk membangun ikatan (bonding)."
Pada akhirnya, orgasme kaum wanita telah berkembang dari sekedar membantu kita reproduksi, tapi tetap menjadi bagian penting dalam seks karena orgasme membuat wanita merasa nyaman dan memperkuat ikatan di antara pasangan.
Kata Wagner, "Segala sesuatu dalam kehidupan ini ternyata jauh lebih kompleks daripada yang kita bisa pahami."
Baca Juga
Advertisement