Liputan6.com, Washington DC - Nama seorang tentara muslim Amerika Serikat yang meninggal secara heroik dalam ledakan bom bunuh diri di Irak, Humayun Khan, akhir-akhir ini sering disebut di tengah hingar bingar pemilihan Presiden AS.
Orangtua Humayun yang menyatakan dukungannya terhadap Hillary Clinton, saat ini sedang 'berperang' dengan Capres AS dari Partai Republik, Donald Trump.
Advertisement
Dalam pidatonya saat mendukung Hillary, ayah Humayun, Khizr Khan bercerita bahwa cita-cita anaknya adalah menjadi pengacara militer. Pada kesempatan itu, ia pun membahas Trump, sosok yang dikenal sentimen terhadap imigran dan Muslim.
"Jika Donald Trump yang duduk di sana, Humayun tidak akan pernah ada di AS. Ia konsisten mencoreng karakter muslim. Ia tidak menghormati kaum minoritas lainnya, perempuan, hakim, bahkan pemimpin partainya sendiri. Ia bersumpah untuk membangun tembok dan melarang kami masuk ke negara ini," jelas Khizr.
Trump tak tinggal diam saat diserang oleh Khizr. Ia bahkan menuduh ada Hillary Clinton di balik pidato yang memukau itu.
Sikap Donald Trump tersebut justru menimbulkan serangan balik. Sejumlah pihak, bahkan dari kalangan Partai Republik sekalipun mengecam 'hinaannya' pada orangtua seorang tentara yang tewas demi negaranya.
Humayun, seorang imigran muslim asal Uni Emirat Arab, bertugas di Angkatan Darat AS selama empat tahun hingga memperoleh pangkat kapten setelah lulus kuliah di University of Virginia pada 2000.
Sebelum serangan 11 September 2001, ia berencana untuk keluar dari Angkatan Darat untuk melanjutkan kuliahnya di bidang hukum. Namun peristiwa 9/11 mengubah rencananya, dan pada 2004 ia terbang ke Irak untuk membantu usaha pasca-perang di sana.
Pada 8 Juni 2004, ketika Humayun bertugas untuk menginspeksi tentara di dekat gerbang kompleks pangkalan militer AS di Irak, sebuah peristiwa merenggut nyawanya.
Sebuah taksi melaju ke barisan pasukannya. Humayun meminta para tentara melangkah mundur, sementara ia bergerak ke arah mobil yang mendekat.
Ia berjalan dengan lengan terentang dan tetap dalam posisi itu dalam 10 hingga 15 detik. Sebelum mobil itu mengenainya, si pengemudi meledakkan bom bunuh diri. Humayun meninggal dalam ledakan itu.
Karena aksi heroiknya memblokir kendaraan, ia berhasil menyelamatkan banyak nyawa, termasuk lebih dari seratus tentara yang sedang sarapan di dekat pintu gerbang pangkalan militer.
Ketika mengenang sosok putranya, Khizr Khan menyebut bahwa Humayan merupakan anak yang berjiwa patriot dan kagum dengan sosok Thomas Jefferson, salah satu pendiri Amerika.
Ternyata Thomas Jefferson memiliki kedekatan dengan Alquran. Fakta tersebut menyeruak pada 2006 lalu.
Thomas Jefferson dan Alquran
Thomas Jefferson dan Alquran
Pada 2006 lalu, Keith Ellison terpilih sebagai anggota Kongres AS dari negara bagian Minnesota. Politisi Partai Demokrat itu menjadi muslim pertama yang bergabung dalam lembaga legislatif tersebut.
Saat pengambilan sumpah, ia menggunakan Alquran dari perpustakaan Thomas Jefferson. Orang-orang pun bertanya-tanya, bagaimana bisa Bapak Pendiri AS itu punya salinan Alquran?
Ketika kabar tersebut sampai ke telinga seorang penulis buku, Denise Spellberg, ingatannya yang lama terkubur, menyeruak.
"Aku sudah lama tahu bahwa Jefferson punya Alquran, namun perhatian media terarah pada anggota Kongres yang menggunakannya dalam pengambilan sumpah. Aku tak mengira Alquran itu selamat," kata dia, seperti dikutip dari situs 15 Minutes History yang dikelola The University of Texas, Austin.
Sebagian besar buku-buku dan dokumen milik Thomas Jefferson hancur saat Inggris membakar Capitol and the Library of Congress pada 1814.
Dalam bukunya 'Thomas Jefferson's Qur'an: Islam and the Founders', Spellberg menggambarkan bagaimana Alquran diduga kuat mempengaruhi ide-ide Presiden ke-3 AS tentang pluralitas dan kebebasan beragama.
Thomas Jefferson adalah seorang pencinta buku. "Ia memesan salinan Alquran pada tahun 1765, 11 tahun sebelum ia menuliskan Deklarasi Kemerdekaan," kata Spellberg, seperti Liputan6.com kutip dari artikel 'The Surprising Story Of 'Thomas Jefferson's Qur'an' yang dimuat di situs NPR pada 13 Oktober 2013.
Pada Abad ke-18, di Amerika dan Eropa, citra Islam justru diwakili para perompak. Namun Jefferson merasa ingin tahu tentang agama Islam dan aturannya, sehingga ia membeli Alquran.
Keputusannya membeli Alquran mungkin juga dilatarbelakangi bidang studinya. Kala itu Jefferson belajar ilmu hukum di College of William and Mary.
Ia membeli salinan terjemahan Alquran yang ditulis George Sale di sebuah toko buku di Duke of Gloucester Street, London dan mengirimkannya ke Virginia.
Buku itu adalah terjemahan Alquran terbaik ke Bahasa Inggris pada masanya.
Sejauh mana pengaruh Alquran pada diri Thomas Jefferson tak pernah diketahui secara pasti. Namun yang jelas, pengetahuannya tentang Islam, dan agama lainnya, didukung pendidikan yang didapat dari College of William and Mary, dan dipengaruhi pemikiran Abad Pencerahan (Enlightenment) mempengaruhinya dalam penyusunan nilai-nilai hakiki yang dianut dan dibanggakan Amerika Serikat saat ini.
Advertisement