Liputan6.com, Jakarta Memiliki sejarah keberadaan yang panjang, Museum Nasional awalnya merupakan himpunan Bataviaasch Genootschaf van Kunsten en Wetenschappen (BG), yang didirikan pemerintahan Belanda pada tanggal 24 April 1778. Lembaga independen yang punya tujuan memajukan penelitian bidang seni dan ilmu pengetahuan ini, kemudian sempat dipimpin Sir Thomas Stamford Raffles pada periode 1811-1816 pada masa pendudukan Inggris di tanah Jawa.
Koleksi BG yang terus bertambah membuat pemerintah Hindia Belanda pada 1862 memutuskan membangun gedung baru di Jalan Medan Merdeka Barat No 12, yang sampai saat ini masih digunakan. Pada 17 September 1962, Lembaga Kebudayaan Indonesia kemudian menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian dinamakan dengan Museum Pusat dan dinaikan statusnya menjadi Museum Nasional berdasarkan SK Mendikbud tahun 1979.
Advertisement
Jainudin, salah seorang pemandu wisata Museum Nasional saat ditemui Liputan6.com, Selasa (2/7/2016) mengatakan, seiring dengan banyaknya peminat yang datang dan berkunjung, pengelola museum kini menyediakan berbagai fasilitas penunjang wisata yang baru. Mulai dari toilet bersih yang ada di setiap lantai hingga tersedianya pemandu wisata yang menguasai tiga bahasa, yaitu Indonesia, Inggris, dan Belanda.
“Mengenai tersedianya pemandu wisata, kita di museum ini kan pengunjungnya gak selalu rame, kadang rame, kadang-kadang juga sepi. Kalau dalam keadaan rame kita juga keteter dengan jumlah pemandu yang ada, karena kunjungan bisa sampai 2-3 ribu orang,” ungkap Jainudin.
Menurut penuturannya, Museum Nasional memiliki tujuh jenis koleksi dengan jumlah secara keseluruhan mencapai sekitar 141 ribu artefak yang berkaitan dengan arkeologi, zaman pra-sejarah, etnografi, keramik, dan lainnya.
Dibuka setiap hari kecuali Senin dan hari libur nasional, museum ini menawarkan sejarah panjang peradaban Indonesia, mulai dari zaman pra-sejarah, zaman kerajaan, hingga sejarah peradaban modern. Tak heran jika museum ini menjadi destinasi wisata alternatif bagi banyak orang, termasuk wisatawan mancanegara yang sedang berkunjung ke Jakarta.
Dirinya mengakui, meski tidak tahu data kunjungan secara pasti, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara lebih banyak dari kunjungan wisatawan lokal. Hal tersebut membuktikan kekayaan sejarah Nusantara yang tersimpan dalam bilik-bilik Museum Nasional selalu menarik untuk ditelaah, didiskusikan, dan dipelajari untuk diambil manfaatnya.
“Kalau sekitar bulan Maret sampai Mei itu pengunjung ramai biasanya anak-anak sekolah. Kalau wisatawan mancanegara biasanya menjelang Desember sampai tahun baru. Itu wisatawan dari Belanda, Korea, Jepang, itu banyak yang datang,” ungkap Jainudin.