Jaksa KPK Nilai Pencabutan BAP Anak Buah Aguan Tidak Kuat

Jaksa Ali mengatakan, Budi telah melayangkan surat pencabutan BAP sebanyak tiga kali kepada KPK.

oleh Oscar Ferri diperbarui 03 Agu 2016, 23:39 WIB
Chairman Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, usai memberi kesaksian di Pengadilan Tipikor terkait dugaan suap pembahasan Raperda tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, Rabu (27/7). (Liputan6.com/ Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah (KNI) Budi Nurwono mengirim surat pencabutan keterangan kepada Komisi Pem‎berantasan Korupsi (KPK). Keterangan yang dimaksud yakni dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nomor 18 dan 97 saat diperiksa penyidik lembaga antirasuah itu.

Keterangan itu menyangkut soal adanya permintaan Rp 50 miliar dari anggota DPRD DKI, kepada Bos Chairman PT Agung Podomoro Land (APL) Sugianto Kusuma atau Aguan, dan soal pertemuan antara pengembang dengan ‎sejumlah anggota DPRD DKI.

Namun, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menilai, keputusan petinggi perusahaan anak usaha Agung Sedayu Group itu tidak tepat. Sebab, pencabutan BAP hanya dilakukan dengan mengirim surat ke pengadilan.

"Pencabutan BAP hanya dilakukan melalui surat yang dikirim ke persidangan. Kalau kami berpendapat, (pencabutan BAP) tetap tidak bisa," kata Ali di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (3/8/2016).

Dalam keterangannya di BAP tertanggal 14 dan 22 April 2016 yang dibacakan JPU, Budi menyebut, Aguan menjanjikan dana Rp 50 miliar bagi para anggota DPRD DKI Jakarta, jika pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta segera selesai.

Budi dalam BAP juga mengungkapkan adanya pertemuan antara Aguan dan pimpinan anggota DPRD DKI Jakarta, termasuk Mohamad Sanusi. Menurut Budi, pertemuan itu membahas percepatan pembahasan RTRKS Pantai Utara Jakarta.

Dalam pertemuan itu, kata Budi, pimpinan dewan meminta uang Rp 50 miliar untuk memperlancar pembahasan Perda RTRKSP. "Aguan menyanggupi, kemudian bersalaman dengan seluruh yang hadir," ucap Budi sebagaimana dalam BAP tersebut.

Jaksa Ali mengatakan, Budi telah melayangkan surat pencabutan BAP sebanyak tiga kali kepada KPK. Namun, selama menjalani pemeriksaan di KPK, Budi tidak pernah menyanggah keterangannya saat dikonfirmasi penyidik. Atas dasar itu, jaksa tetap menggunakan keterangan Budi sebagai alat bukti.

"Kami tetap berpendapat begitu. Nanti, bisa untuk perkara Mohamad Sanusi yang lain," ujar Ali.

Jaksa Takdir Suhan menegaskan, pencabutan seharusnya dilakukan di dalam persidangan. Untuk itu, dia berharap majelis hakim mempertimbangkan hal tersebut.

"Tidak punya nilai kekuatan karena dilakukan sepihak. Tapi ini sekarang tergantung dari penilaian majelis hakim," ujar Takdir.

Jaksa sendiri sudah tiga kali memanggil Budi untuk bersaksi dalam sidang dengan terdakwa eks Presiden Direktur PT APL, Ariesman Widjaja maupun asistennya, Trinanda Prihantoro itu, namun Budi selalu mangkir. Ali mengatakan Budi tidak hadir lantaran sakit dan tengah berobat di Singapura.

"Di dalam surat yang kami terima, dia sedang diopname jadi tidak bisa dipanggil. Masalah kebenarannya, kami tidak bisa menilai," kata dia.

Apalagi, Ali menjelaskan, surat yang dikirim Budi Nurwono kepada KPK tertera keterangan dari notaris. "Apakah notaris pura-pura, itu urusan lain," tambah dia.

PT KNI merupakan pengembang reklamasi untuk pulau A, B, C, D dan E dengan luas areal mencapai sekitar 1300 hektare. Saat ini anak usaha PT Agung Sedayu Group itu telah berhasil membangun reklamasi pulau C dan D.

Di dua pulau tersebut juga telah dibangun berbagai infrastruktur dan properti. Namun, hingga saat ini pembangunan properti tersebut belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). IMB baru akan diperoleh setelah Raperda RTRKS disahkan DPRD DKI menjadi Peraturan Daerah (Perda).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya