Liputan6.com, Jakarta - Persidangan ke-10 terdakawa Jessica Kumala Wongso dalam perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin, menguak fakta-fakta baru. Hal itu diungkap dua ahli yang dihadirkan dalam persidangan yang berlangsung Rabu kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dua ahli itu adalah dr Slamet Poernomo yang merupakan dokter forensik di Rumah Sakit Pusat Polri Raden Said Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur, dan Kombes Nursamran Subandi, toksikologi dari Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri.
Advertisement
Dalam penyampaiannya di depan Majelis Hakim yang diketuai Kisworo, dr Slamet membeberkan bagaimana gejala racun memasuki tubuh Mirna. "Dipastikan itu sianida," kata Slamet di persidangan, Rabu 3 Agustus 2016.
Kepastian itu dia dapat tidak hanya dari autopsi, tapi juga perjalanan kejadian yang terekam CCTV Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Autopsi yang digelar 9 Januari 2016 atau 3 hari pascakematian Mirna dari pukul 23.30 WIB hingga pukul 01.00 WIB, Sabtu 10 Januari 2016, mendapati beberapa bukti kuat Mirna diracun. Bukti itu dari sampel cairan di lambung, hati, empedu, dan urine. Juga luka di bibir korban.
"Kalau sebab-sebab lain bukan karena sianida tidak sespektakuler ini. (Sakit) jantung tidak pernah mengalami perlukaan di bibir. Jantung tidak kejang-kejang, tidak kepanasan," jelas Slamet.
Oleh sebab itu, meski Slamet tidak mengautopsi seluruh jasad Mirna dari kepala sampai kaki, keyakinannya kuat Mirna diracun Sianida. Bahwa sianida menyebabkan oksigen di darah tak bisa diserap tubuh, terutama otak," ujar dr Slamet.
Slamet menjelaskan, secara fisiologis darah berfungsi mengikat oksigen dan mendistribusikannya ke seluruh tubuh. Setelah itu akan diserap dan digunakan oksigennya oleh sel-sel tubuh.
"Saat keracunan sianida, oksigen tidak bisa dilepas. Karena enzim itu diikat oleh sianida. Jadi oksigen tidak bisa dipakai, hanya ada di dalam darah," jelas dia.
Sementara gejala sianida terekam CCTV sebelum Mirna mengembuskan nafas terakhir. Yaitu, kondisi sehat dan gejala panas setelah es kopi Vietnam masuk ke mulut.
Lain hal dengan kesaksian ahli toksikologi dari Mabes Polri, Kombes Nursamran Subandi. Dia menuturkan, sianida yang mengenai kulit luar akan terasa gatal dan panas. Hakim Binsar Gultom lalu tertarik untuk mengkonfirmasi rekaman CCTV yang menggambarkan Jessica tengah menggaruk tangan saat melihat Mirna kejang dan pingsan.
"Apakah itu akibat daripada serbukan atau bagaimana," tanya Binsar.
"Saya ini scientist, saya ini polisi. Saya katakan yang benar itu benar, yang salah adalah salah. Tapi saya tidak bisa katakan gatal karena itu (sianida), karena dia menggaruk tidak bisa dikatakan (sebabnya) itu semata," beber Nursamran.
Menurut Nursamran, rasa sianida di tangan selain gatal juga pedas. Untuk menghilangkan gatal tersebut, maka yang terkena sianida harus segera mencucinya.
Kepala Bidang Kimia dan Biologi Puslabfor ini juga menilai, kasus pembunuhan sianida cukup langka terjadi. Kalaupun ada, kasusnya adalah keracunan yang menimpa petambang emas.
Dia menilai, pembunuh Mirna cukup pintar dan tahu mengenai pola kerja sianida. Karena pembunuh mencampur sianida dengan air dingin, bukan dengan air panas.
"Jadi pelaku ini cukup smart, Yang Mulia. Pelaku ini pintar," ungkap Nursamran.
Lalu, apakah kesaksian kemarin menguatkan Jessica yang menaruh racun di kopi Mirna?