Presiden Teken UU Perubahan APBN 2016

Dalam APBN-P 2016 ini penerimaan perpajakan diperkirakan sebesar Rp 1.539, 1 triliun.

oleh Nurmayanti diperbarui 05 Agu 2016, 15:40 WIB
Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta,(2/11/2015). Sidang membahas APBN 2016, Persiapan Pilkada Serentak, dan Paket Kebijakan Ekonomi VI. (Liputam6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani  Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2016 pada 26 Juli 2016 lalu. Rencana Undang-Undang (RUU) ini sebelumnya disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada 28 Juni 2016.

Melansir laman Sekretariat Kabinet, Jumat (5/8/2016), dalam APBN-P 2016 ini penerimaan perpajakan diperkirakan sebesar Rp 1.539, 1 triliun, yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri sebesar Rp 1.503,2 triliun dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional Rp 35,87 triliun.

Sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diperkirakan sebesar Rp 245,08 triliun dan Penerimaan Hibah diperkirakan Rp 1.975 triliun.

Adapun Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2016 diperkirakan sebesar Rp 2.082,9 triliun. Ini terdiri atas Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 1.306,6 triliun, Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp 776,2 triliun.

“Jumlah anggaran Pendapatan Negara sebagaimana dimaksud lebih kecil dari pada jumlah anggaran Belanja Negara, sehingga dalam Tahun Anggaran 2016 terdapat anggaran defisit sebesar Rp 296,7 triliun yang akan dibiayai dari Pembiayaan Anggaran,” bunyi Pasal 21 Undang-Undang ini.

UU ini juga menyebutkan, dalam keadaan darurat, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut. Yakni, proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi dasar ekonomi makro lainnya yang menyebabkan turunnya pendapatan negara dan/atau meningkatnya belanja negara secara signifikan. Kondisi sistem keuangan gagal menjalankan fungsi dan perannya secara efektif dalam perekonomian nasional, kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil SBN secara signifikan.

Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan langkah-langkah:

pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan/atau pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan datam APBN Tahun Anggaran 2016. Pergeseran anggaran belanja antarprogram dalam satu bagian anggaran dan/ atau antarbe gian anggaran.
Pengurangan pagu Belanja Negara dalam rangka peningkatan elisiensi, dengan tetap menjaga sasaran program prioritas yang tetap harus tercapai.

Penggunaan SAL untuk menutup kekurangan pembiayaan APBN, dengan terlebih dahulu memperhitungkan ketersediaan SAL untuk kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya. Penambahan utang yang berasal dari penarikan pinjaman dan/atau penerbitan SBN dan atau, pemberian pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dalam hal LPS mengalami kesulitan likuiditas.

“Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2016 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 27 Juli 2016. (Nrm/Ndw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya