Liputan6.com, Jayapura - Tiga penambang emas liar tewas tertimbun pohon besar di areal tambang emas di Kali Ungabhou, Kampung Bulebhe, Distrik Ayapo, Kabupaten Jayapura.
Insiden itu diperkirakan terjadi sekitar pukul 04.00 WIT pagi tadi. Namun, tim gabungan baru bisa mengevakuasi jenazah korban lokasi longsor pukul 15.30 WIT.
Kapolsek Sentani Timur, AKP Mansyur menuturkan tiga jenazah ditemukan tertimbun pohon besar di samping kamp yang didirikannya. Sementara, empat korban luka serius dan satu korban luka ringan sudah dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara Kota Jayapura.
"Ada dugaan ketiganya tertidur di pondok saat kejadian. Satu orang korban selamat sempat lari meminta pertolongan ke warga setempat," ucap Masyur usai mengevakuasi korban, Jumat (5/8/2016).
Mansyur menambahkan dari pantauannya tadi, di lokasi tambang berdiri 15 kamp penambang. Satu kamp terkadang dihuni oleh satu hingga tiga orang. "Data korban masih kita kumpulkan. Satu orang diantaranya adalah warga Genyem, Kabupaten Jayapura," ucap dia.
Baca Juga
Advertisement
Ketua RW 3 Ayapo, Demianus Pulando menuturkan lokasi kejadian terletak sekitar lima kilometer dari Jalan Raya Yoka Arso yang terletak di perbatasan kota dan kabupaten Jayapura.
Lokasi tambang sebelumnya telah dibuka oleh Perusahaan Wahana Bima Sakti pada 2004, tapi hanya bertahan 6 bulan karena izin perusahaan itu tak keluar. Akibatnya, masyarakat setempat maupun pendatang terus berdatangan menambang liar. Dulunya, menurut Demianus, satu kelompok penambang hanya sekitar 18 orang.
"Para penambang itu, dulunya juga sering melapor kepada ketua RT atau RW setempat. Tetapi sekarang tidak, sehingga saat ini saya tidak tahu berapa jumlah mereka di lokasi itu. Yang jelas banyak kamp-kamp yang sudah didirikan di sana," ucap Demianus.
Dalam satu hari, seorang penambang emas dapat mengumpulkan hingga 14- 16 gram emas dan dijual ke toko emas di Jayapura seharga Rp 475 ribu per gram.
"Biasanya pendulang emas ini melakukan pekerjaannya mulai dari jam 8 pagi hingga 5 sore. Warga setempat biasanya pulang ke rumahnya, tetapi masyarakat dari luar kampung ini, biasanya membuat kamp," jelas Demianus.