Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menggambarkan situasi perekonomian saat ini sehingga berdampak pada seretnya penerimaan pajak. Kondisi tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga dialami seluruh dunia.
Dalam acara Seminar Nasional Tax Amnesty bersama Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Sri Mulyani menerangkan, sekarang ini banyak negara berkembang berupaya keras membentengi diri dari imbas krisis di Amerika Serikat (AS) dan berlanjut ke Eropa.
Caranya dengan menurunkan tingkat suku bunga, meningkatkan peredaran uang sehingga terjadi peningkatan defisit anggaran untuk menetralisir dampak krisis ekonomi periode 2008-2009. Sayangnya, zona Uni Eropa masih sibuk dengan krisis yang melanda kawasannya.
"Ekonomi dunia tahun ini mungkin agak pulih, tapi Eropa masih konsolidasi karena masih di level dasar. Banyak negara berkembang relatif bisa bertahan setelah krisis, tapi punya kesulitan atau keterbatasan dari sisi makro fiskal," jelas Sri Mulyani.
Dia mencontohkan, Rusia, Turki, Brazil, Meksiko, dan China mencatatkan pelebaran defisit anggaran, kebijakan fiskal mentok dan permasalahan lainnya sehingga mendorong negara berkembang mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Faktanya, tambah dia, China sebagai pasar atau negara tujuan ekspor utama dari sejumlah negara mengalami pelemahan ekonomi signifikan. Setelah 30 tahun menorehkan kinerja pertumbuhan ekonomi yang melesat, China kini mengubah strategi pertumbuhan ekonomi untuk bertahan.
Baca Juga
Advertisement
"Demografi penduduk China semakin menua, jumlah anak turun karena warganya tidak mau punya anak lagi atau cukup satu orang. Permintaan ekspor China ke seluruh dunia, termasuk Indonesia turun," dia mengatakan.
Kondisi pelemahan ekonomi China, diperkirakan Sri Mulyani akan berlangsung dalam jangka menengah, bukan lagi jangka pendek. Dampaknya, sambung dia, harga-harga komoditas rendah di pasar internasional dan mengganggu kinerja ekspor negara ini.
Akibat harga tambang, mineral, migas yang drop, tambah Sri Mulyani, pengusaha banting stir ke sektor perdagangan, perikanan, dan lainnya. Beruntung, ekonomi Indonesia masih bertumbuh positif saat ekonomi global turun.
"Tapi ekspor impor dan perdagangan masih negatif. Kalau terkontraksi, berarti ada perusahaan yang tutup, tidak menghasilkan atau produksinya turun," ujarnya.
Gambaran buruk situasi perekonomian dunia saat ini, diakui Sri Mulyani merupakan tantangan besar bagi pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak. "Mau punya Dirjen Pajak paling hebat, kerja 24 jam selama 7 hari pun bakal sulit karena sumber pajak turun," ucapnya.
Atas situasi tersebut, sambung Sri Mulyani, pemerintah sulit mengejar pajak dari Wajib Pajak baik perorangan maupun badan usaha karena kekhawatiran ekonomi semakin menyusut.
"Kita tidak mau seperti itu. Kita mau ekonomi kita makin membesar. Makanya kita jalankan tax amnesty untuk mengumpulkan pajak saat ekonomi lemah, karena pemerintah jadi mesin pertumbuhan untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja," jelasnya. (Fik/Gdn)