Memandang Kemegahan Pembukaan Olimpiade Rio 2016 dari Favela

Olimpiade Rio de Janeiro 2016 berlangsung meriah di Stadion Maracana, Jumat (5/8/2016) waktu setempat.

oleh Marco Tampubolon diperbarui 06 Agu 2016, 16:50 WIB
Warga favela menyaksikan pembukaan Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dari kediamannya (Reuters)

Liputan6.com, Jakarta - Pesta pembukaan Olimpiade Rio de Janeiro, Brasil 2016 berlangsung meriah di Stadion Maracana, Sabtu (6/9/2016) WIB. Namun bagi warga Brasil yang menghuni kawasan kumuh (favela) di Rio, kebanggaan yang mereka rasakan masih bercampur dengan kekecewaan.

Favela merupakan sebutan kawasan pemukiman kumuh yang banyak tersebar di sekeliling Rio. Rumah-rumah di dibangun berdempetan di tebing-tebing yang curam. Penduduk yang tinggal di kawasan ini kerap dianggap sebagai warga kelas dua dan dekat dengan kriminalitas.

Seperti dilansir Reuters, memandang pembukaan Olimpiade dari tebing-tebing favela ternyata menyisakan perasaan campur aduk bagi warganya. Sebagai warga Brasil, penduduk favela ikut bangga saat negaranya menjadi tuan rumah pesta olahraga multicabang empat tahunan itu. Apalagi, ini kali pertama Olimpiade digelar di Amerika Selatan. Namun di satu sisi, mereka masih menyimpan rasa kecewa karena tidak mendapat manfaat dari pesta akbar itu.

Mereka hanya bisa menatap dari jauh. Selain itu, imbas hadirnya Olimpiade juga tidak mengubah hidup mereka.

"Lihat, kami sangat bangga jadi tuan rumah acara ini, namun apakah ada untungnya bagi kami?" kata Lilian Sales warga Mangueira, salah satu favela di Rio.

"Tidak, tidak ada yang berubah dalam hidup kami karena acara-acara ini dan naif bila berpikir ini juga akan mengubah hidup anak-anak kami," kata pria yang memiliki putra berusia 6 tahun dan putri berusia 12 tahun tersebut.

Kekecewaan juga dirasakan oleh warga Magueira lainnya, Jos Carmo. Pria berusia 23 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai tukang. Dia juga mengaku tidak mendapat manfaat dari kehadiran Olimpiade di negara. "Dunia harus tahu, saya di sini menyaksikan pembukaan yang megah dari perkampungan kumuh yang tak jauh lokasi pesta dan hidup saya juga tidak berubah," katanya.

"Rasanya sangat frustrasi berada dekat dengan kemeriahan tapi terasa jauh, tinggal di lokasi tanpa pengamanan, bahkan tanpa pembuangan sampah."

Brasil merupakan negara Amerika Selatan pertama yang menjadi tuan rumah Olimpiade 2016. Dua tahun sebelum ajang ini berlangsung, Negeri Samba juga telah lebih dulu menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014.

Brasil terpilih sebagai tuan rumah Olimpiade usai menyingkirkan pesaingnya, Chichago (Amerika Serikat), Tokyo (Jepang), dan Madrid (Spanyol).  Delegasi Brasil, Pele dan presiden Brasil sebelunya, Lula da Silva berhasil meyakinkan Komite Olimpiade Internasional (IOC) agar Olimpiade diboyong ke Rio. Berkat lobi-lobi dan juga presentasi ciamik Pele dan Lula, anggota IOC sebagai pemilik suara pun luluh dan lebih banyak mendukung usulan mereka. 


Penuh Tantangan

Warga favela menyaksikan pembukaan Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dari kediamannya (Reuters)

Namun banyak kendala yang dihadapi Brasil dalam menyelenggarakan puncak tertinggi olahraga multicabang tersebut. Kejatuhan ekonomi dan pergantian tampuk pemerintahan membuat persiapan berjalan tertatih-tatih. Isu keamanan juga belum sepenuhnya berhasil dikendalikan. Bahkan, kepolisian Brasil sempat mogok karena telat gajian. Sebagai aksi protes, mereka memasang spanduk di bandara bahwa Olimpade 2016 tidak akan berlangsung aman.

Belakangan virus zika juga menambah momok Olimpiade 2016. Virus yang disebarkan nyamuk aedes aegypti itu membuat bayi lahir dengan kepala mini. Tidak jarang atlet yang memutuskan tidak bertolak ke Rio karena khawatir terinfeksi virus tersebut.

Olimpiade Rio sendiri menghabiskan 12 juta dolar AS. Namun pembangunan berbagai fasilitas umum seperti sarana transportasi dan pemukiman atlet, maupun venue dianggap tidak memberikan dampak apapun terhadap penduduk lokal, utamanya mereka yang hidup di kawasan favela.

"Saya ingin sekali jadi orang yang optimistis dan memberi tahu Anda bahwa semua ini untuk kebaikan Brasil," kata Robinson Munes (34).

"Tapi kami tidak melihat itu. Saya suka melihat stadion menyala, saya ingin merasakan kebanggaan sebagai warga Brasil, tapi Olimpiade sama sekali tidak membawa dampak apapun bagi kami," katanya.

Denilson Lucio Souza juga mengaku bangga Olimpiade bisa mampir di negaranya, Brasil. Namun dia melihat, perhatian pemerintah sangat minim kepada warga favela sejak Rio diumumkan sebagai tuan rumah tahun 2009 lalu. Fasilitas kesehatan, pendidikan, keamanan, sangat minim mereka rasakan.

"Kami butuh bantuan dan terlihat aneh untuk mengemis ketika kota jadi tuan rumah Olimpiade," katanya. "Kami hanya butuh sedikit bantuan untuk kesehatan, keamanan, dan pendidikan," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya