Liputan6.com, Bandung - Pokemon Go yang baru saja resmi dirilis di Indonesia dan sejumlah negara Asia Pasifik, berpotensi ditinggalkan penggemarnya.
Sebab, kata Deddy Novrandianto, pengamat industri digital yang juga Direktur PT Swamedi Informatika, Bandung, gejala bosan dan pamer sudah makin menguat.
"Setelah resmi dirilis, buat saya, ini akan jadi seleksi alam. Mana yang benar-benar maniak atau ikut-ikutan. Mungkin sebulan dua bulan udah normal lagi, yang maniak saja yang masih main. Tapi hype sekarang pun mulai menurun karena dua faktor, " katanya kepada Tekno Liputan6.com di Bandung, Minggu (7/8/2016).
Baca Juga
Advertisement
Pertama, ujar ahli programming ini, para penggemar mulai terjebak dengan gengsi dan pamer-pameran semata. Sekalipun untuk itu, jadi menghalalkan segala cara, termasuk menerapkan cheat.
"Ada gejala untuk pamer, terutama di media sosial, bahwa tingkatannya sudah sampai mana. Kalau koleksinya sudah sampai level tertentu, lama-lama bikin bosan juga," katanya.
Kedua, pengembang Pokemon Go yakni Niantic, tidak menyediakan menu hall of fame maupun skor tertinggi. Padahal, sebagai permainan global, menu tersebut selayaknya berguna untuk menyalurkan "hasrat" pamer tadi.
Menu itu juga bisa memicu nilai positif Pokemon Go yakni menggerakkan badan saat berburu sehingga badan sehat. Selain itu, pengembang belum pula menyediakan menu trade atau jual beli ornamen gim seperti Defense of Ancients (Dota).
"Kalau fitur ini ada, maka Pokemon Go akan ramai lagi karena bisnisnya muncul secara konkret. Tanpa inovasi-inovasi, akan banyak orang main sekadar penasaran, bukan benar-benar maniak atau kolektor Pokemon," pungkas jebolan Teknik Informatika Telkom University ini.
(Msu/Isk)