Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengatakan, pemerintah perlu membenahi tata kelola gula, agar harga gula di dalam negeri bisa lebih murah dan menutup impor gula ilegal.
Faisal mengatakan, harga gula saat ini jauh lebih tinggi di pasar domestik ketimbang harga gula di luar negeri. Hal tersebut menciptakan peluang pihak yang ingin mendapatkan untung besar dengan mengimpor gula secara ilegal.
Faisal menambahkan, kondisi gula nasional diperparah dengan meningkatnya konsumsi gula yang dipengaruhi oleh bertambahnya penduduk dan berkembangnya industri makanan dan minuman. Sementara peningkatan pasokan gula relatif melambat. Produksi gula berbasis tebu mencapai 2,3 juta ton pada 2009 sedangkan 2015 hanya 2,4 juta ton.
"Gula di pasar domestik belasan ribu, bahkan mencapai Rp 17 ribu, dan rata-rata Rp 15 ribu, disparitas ini merangsang orang untuk impor ilegal," kata Faisal, di dalam diskusi tentang gula rafinasi, di Jakarta, Senin (8/8/2016).
Baca Juga
Advertisement
Faisal mengungkapkan, saat ini jika terjadi rembesan gula impor ilegal yang dituding sebagai biang keladi adalah gula rafinasi. Padahal, ada aturan yang ketat membatasi impor gula rafinasi.
"Impor ilegal masuk yang disalahkan rembesan gula rafinasi, selama tahun terakhir harga gula naik disaparitasnya sangat besar," tutur Faisal.
Faisal menuturkan, pemerintah tidak bisa menekan kenaikan harga gula hanya dengan melakukan operasi pasar. Lantaran operasi pasar hanya akan menekan harga sementara. "Seberapa pun operasi pasar habis kalau masih ada disparitas harga," tutur Faisal.
Faisal melanjutkan, perlu adanya perbaikan tata kelola gula untuk menstabilkan harga gula dari hulu hingga hilir, dengan memperluas perkebunan tebu, memperbaiki Sara pengolahan gula untuk meningkatkan pasokan dan memperbaiki kualitas gula.
"Penghambat swasembada gula, industri gula terhambat bukan karena persaingan tapi terhambat perluas kebun," ujar Faisal. (Pew/Ahm)