Liputan6.com, Zurich - Di masa kini, praktik kawin sedarah (incest) dipandang sebagai sesuatu yang tidak pantas. Namun demikian, kalangan elite kekuasaan pada masa lalu melakukan hal ini demi menjaga 'kemurnian' keturunan.
Menurut catatan sejarah, kalangan elite penguasa Mesir Kuno pun melakukan praktik ini. Mereka percaya bahwa dirinya adalah keturunan para dewa.
Dugaan adanya praktik ini sudah lama beredar, tapi pembuktian menggunakan DNA tidak semudah yang diduga karena kesulitan mendapatkan sampel DNA yang akan diuji.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari Daily Mail pada Selasa (9/8/2016), para peneliti akhirnya berhasil mendapat bukti langsung berdasarkan pengukuran tinggi badan pada 259 mumi.
Pengukuran tersebut kemudian membandingkan rata-rata tinggi badan beberapa Firaun dengan rata-rata tinggi badan populasi Mesir pada masa itu.
Temuan penelitian menyebutkan bahwa variasi tinggi kalangan Firaun lebih sedikit dibandingkan dengan variasi tinggi badan kalangan rakyat kebanyakan sehingga ditengarai adanya kawin sedarah di kalangan ningrat.
Profesor Frank Rühlidari University of Zurich menjelaskan kepada Discovery News, "Inilah pengumpulan data tinggi badan terlengkap bangsa Mesir Kuno dan melingkupi masa-masa penting dalam sejarah mereka."
Rata-rata tinggi badan pria adalah 161 sentimeter pada jaman Kerajaan Baru dari 1550 hingga 1070 SM. Antara 2925 dan 2575 SM, rata-rata tinggi adalah 169,6 sentimeter. Pada seluruh rentang waktu, rata-rata tingginya adalah 165,7 sentimeter.
Kaum wanita memiliki rata-rata tinggi 155,6 sentimeter dari masa 712 hingga 332 SM dan rata-rata tinggi 159,5 sentimeter di masa Dinasti Awal. Pada seluruh rentang waktu, rata-rata tingginya adalah 157,8 sentimeter.
Sementara itu, tinggi rata-rata raja adalah 166 cm dan kaum wanita kerajaan memiliki rata-rata tinggi badan 156,7 cm. Tidak banyak variasi.
Firaun Amenhotep I memiliki tinggi 165 cm dan merupakan contoh paling jelas perkawinan sedarah. Para ilmuwan menduga ia terlahir dari pernikahan sedarah dalam 3 generasi.
Firaun lain, misalnya Thutmosis III, memiliki derajat incest yang tidak terlalu tinggi karena kakek dan neneknya melakukan incest tapi orangtuanya tidak demikian.
"Penelitian ini menunjukkan sejumlah bukti pernikahan consanguineous (sedarah) melalui cara yang andal tapi tidak invasif," kata Barry Bogin, profesor antropologi biologi di Loughborough University kepada Discovery News.
Sebelumnya, pengujian DNA pada Firaun Tutankhamun mengungkapkan bahwa ia terlahir dari pernikahan pasangan saudara sekandung.
Tutankhamun dikenal sebagai putra dari Firaun Akhenaten yang murtad karena berusaha melakukan reformasi agama Mesir pada masa kekuasaannya. Namun demikian, identitas ibunya tak diketahui sampai terungkap beberapa tahun lalu.
Praktik Lazim Menjaga 'Kemurnian'
Kenyataan bahwa ibu dan ayah Tutankhamin merupakan saudara sekandung mungkin mengagetkan dalam pandangan masa kini, tapi pernikahan sedarah lazim di kalangan keluarga kerajaan karena para firaun mempercayai bahwa mereka adalah keturunan para dewa.
Dengan demikian, perkawinan seperti itu merupakan cara yang dapat diterima untuk menjaga kemurnian garis keturunan suci tersebut. Ankhesenpaaten, istri Firaun Tutankhamun, adalah saudara tiri dari ayah yang sama. Mereka menikah ketika Tutankhamun berusia 10 tahun.
Namun demikian, penelitian mengungkapkan bahwa kawin sedarah selama beberapa generasi telah berdampak buruk pada Tutankhamun, yang menjadi orang terakhir dalam dinasti tersebut.
Penyakit tulang yang diderita dalam keluarganya lebih berkemungkinan diwariskan jika dua kerabat berderajat sama menikah dan memiliki anak-anak.
Sebelumnya, penelitian DNA menguak, sosok Tutankhamun diduga bergigi kelinci, memiliki posisi kaki yang bengkok ke bawah dan memutar ke dalam (clubfoot), dengan pinggul besar mirip perempuan.
Dan alih-alih gambaran raja muda yang suka balap kereta, Firaun Tut -- begitu julukannya -- mengandalkan tongkat untuk berkeliling selama masa pemerintahannya pada Abad ke-14 Sebelum Masehi. Ia diduga jadi korban perkawinan sedarah.
Advertisement