Liputan6.com, Jakarta - Berkarir di dunia marketing awalnya nampak menyenangkan. Sebagian orang yang baru akan merintis karir di dunia marketing mungkin berpikir tugas Tim Marketing hanya sebatas memikirkan strategi, perencanaan dan duduk-duduk santai di kantor.
Kalau penjualan tidak masuk target, bukan Tim Marketing yang disalahkan, tapi Tim Sales. Kalau terjadi pengurangan karyawan, Tim Produksi dan Sales yang kena duluan, baru mungkin setelahnya Marketing.
Namun jangan salah, ternyata Tim Marketing tidak hanya dipercaya, namun juga dituntut untuk dapat mengembalikan situasi yang paling sulit sekalipun. Tim Marketing harus bisa menganalisa situasi dan berpikir di luar batas rutinitas untuk mampu mencari jalan keluar dengan strategi-strategi brilian.
Marketing & Branding
Pada dasarnya marketing adalah aktivitas untuk membangun sebuah brand atau reputasi. Branding adalah inti dari marketing.
Sebelum berkarier di Jakarta, saya pernah berbisnis laser disc rental di Yogyakarta. Saat itulah saya menyadari pentingnya branding untuk membangun sebuah bisnis yang sukses. Bisnis ini memang sedang booming pada pertengahan tahun 90-an, dan saya bukan pemain pertama.
Jika bukan menjadi yang pertama, jadilah yang pertama di kategori lain, atau dengan kata lain, carilah pembeda yang relevan dan konsisten. Pembeda brand saya (Disc House) waktu itu cukup sederhana; tidak ada sistem denda apapun. Terdengar nekad memang, namun saya sudah memikirkan strategi jalan keluarnya.
Untuk meminimalisir nilai kerugian yang dihasilkan dari keterlambatan pengembalian, saya menerapkan sistem insentif bagi pelanggan yang mengembalikan tepat waktu. Namanya “kupon tertib.” Dengan mengumpulkan kupon tertib, pelanggan bisa mendapatkan beragam hadiah; yang paling sederhana yaitu bisa meminjam lagi secara cuma-cuma.
Saya juga menawarkan “money-back guarantee” bagi pelanggan yang sudah terlanjur meminjam film namun ternyata tidak suka dengan filmnya (atau salah judul, atau alasan apapun), jika dikembalikan dalam waktu 3 jam, dapat ditukar dengan film lain tanpa biaya tambahan.
Ide sederhana itu hasilnya cukup dahsyat; brand Disc House cepat dikenal, dan reputasinya demikian cepat terbangun.
Di dunia korporasi yang lebih besar, penerapan marketing tentunya lebih kompleks. Saat masuk dunia perbankan, yakni saat saya bergabung dengan Bank Universal, salah satu bank swasta nasional yang waktu itu cukup ternama dan terkenal dengan inovasi produk dan teknologinya, saya tidak hanya berurusan dengan staf toko yang hanya delapan orang.
Berkarir di bank sekelas Universal, saya berhadapan dengan ribuan karyawan. Bayangkan bagaimana harus menyatukan visi ribuan orang dengan beragam latar belakang pendidikan dan kultur.
Karena inti marketing tetap sama, yaitu bagaimana bisa membangun brand yang kuat, sementara brand sangat diwakili oleh para pelaku brand yang tidak lain adalah para karyawan perusahaan itu sendiri, kalau hanya sekelas toko dengan delapan orang karyawan, mudah mengaturnya; semua nurut, lah wong saya pemiliknya. Bagaimana dengan korporasi besar, dan saya hanyalah kroco yang baru saja lulus? Saat itulah saya sadar bahwa berkarir di marketing tidak semudah yang saya bayangkan.
Membangun sebuah brand yang kuat itu bagai memainkan sebuah simfoni berkelas yang para pemainnya adalah seluruh karyawan.
Pengalaman membangun brand saya rasakan betul ketika saya berkarir di perusahaan-perusahaan hebat seperti Bank Universal, British American Tobacco, Ericsson, L’Oreal dan BMW. Saya baru bertanggung jawab secara de facto terhadap fungsi Sales ketika saya berkarir di BMW.
Direkrut sebagai Head of Marketing, saya menutup karir di BMW sebagai VP Sales and Marketing tahun 2008. Akan tetapi, peran saya di dunia sales sudah terbangun sejak pertama kali berkarir di Bank Universal.
Berikut penjabaran perbedaan perilaku pelaku traditional sales dan modern sales:
Tradisional:
Sikap: Kuantitas-Duit
Pendekatan: Ngomong dan jual cepat
Hubungan: Ada uang abang sayang
Perencanaan: Tembak lari
Cara kerja: Reaktif
Dilihat sebagai: Penganggu
Perspektif: Jangka pendek
Tujuan: Cetak duit
Proses seleksi: Semua dicoba
Consultative:
Sikap: Kualitas-hubungan
Pendekatan: Dengar, sesuaikan masalah dengan solusi terbaik
Hubungan: wah, dia banyak membantu saya
Perencanaan: Punya strategi dan perencanaan
Cara kerja: Proaktif
Dilihat sebagai: Pemberi solusi
Perpektif: Global, jangka panjang
Tujuan: Membuat mitra-network-teman-teman
Proses seleksi: Sangat fokus
Advertisement
Marketing vs Sales
Marketing VS Sales
Marketing dan sales itu ibarat orang pacaran, pasangan yang kadang berselisih pendapat, bertengkar, tapi saling membutuhkan.
Tim Marketing yang baik harus bisa meyakinkan konsep brand-nya kepada Tim Sales terlebih dahulu, sebelum bisa menjualnya ke pasar. Hal ini tidak berarti bahwa Tim Sales adalah titik tumpu pengembangan ide; semua tetap harus berfokus pada target pasar.
Peranan Tim Sales adalah memberikan input dan masukan. Saat input dan masukan dari Tim Sales ternyata tidak sesuai harapan, saat itulah biasanya “ribut” dimulai. Tim Sales tidak setuju dengan ide Marketing, lalu menjalankan program atau aktivitas dengan ogah-ogahan.
Ketika program gagal, Tim Sales berpikir Tim Marketing memaksakan ide konyolnya, padahal mungkin bisa saja implementasinya yang kurang baik karena tidak percaya diri dari awal.
Sales adalah dunia yang unik dan penuh karakter. Kalau banyak orang bilang bahwa Tim Marketing adalah sekelompok orang kreatif, bagi saya Tim Sales tidak kalah kreatif.
Menjelang akhir bulan, saat target belum tercapai, saya jamin otak kreatif mereka akan bekerja, meski pada prakteknya ada ide kreatif yang berhasil, dan ada pula yang gagal dan berbuah pada kerugian.
Sejak awal berkarir, saya selalu ingin menciptakan hubungan kerja profesional yang harmonis, terutama dengan rekan paling dekat, yaitu Tim Sales.
Saya pun banyak melakukan koordinasi dengan mereka, mendengarkan masukan dan menjadikannya pertimbangan dalam menciptakan program marketing yang efektif. Berkat itu, sedikit banyak saya memahami dunia sales juga, dan semakin akrab hingga akhirnya fungsi ini menjadi tanggung jawab saya juga.
Berbeda dengan marketing, saya menemukan berkarir di sales mewajibkan pelakunya menjadi pribadi yang super dinamis dan kreatif.
Pilihan karir ini juga memberikan kesempatan untuk belajar banyak ilmu seperti negosiasi, komunikasi, customer relationship management, complaint handling, conflict management dan lain-lain, yang tentunya sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Peranan sales sekarang pun telah banyak bergeser dari pola traditional sales yang hanya mengenal kejar target, menjadi seorang konsultan yang dituntut mampu memberikan solusi kepada pelanggan. Sales tidak melulu hanya soal jualan.
Advertisement
Plus Minus
Plus Minus
Dunia marketing sering dilihat sebagai dunia yang lebih glamor ketimbang sales. Padahal praktiknya kalau teman-teman sales berhasil mencapai target, mereka biasa jalan-jalan ke luar negeri.
Berkarir di marketing banyak melibatkan analisa dan market understanding, hingga bertemu dengan beragam agensi, mulai dari riset sampai agency public relation, juga terlibat di berbagai produksi, seperti sesi foto dan video shooting. Pulang malam sudah biasa buat Tim Marketing.
Berkarir di sales banyak bertemu orang dengan beragam latar belakang dan bertemu beragam kebudayaan, karena besar kemungkinan Tim Sales yang berprestasi akan dirotasi ke daerah lain. Tim Sales juga banyak menjamu klien atau pelanggan, dan di beberapa industri, Tim Sales harus cukup akrab dengan dunia malam.
Ketika saya menjadi head hunter, banyak anak Sales yang meminta saya untuk memindahkan mereka ke marketing karena merasa capek dan ingin mendapatkan suasana baru. Sayangnya tidak semudah itu; bukan karena seseorang tidak kompeten berkarya di marketing, tapi lebih karena skill set yang sudah terbangun akan sayang sekali jika tidak terus dikembangkan.
Menghadapi kandidat, jarang memang ada permintaan berpindah dari marketing ke sales. Seorang Sales adalah seorang "people person" yang juga kini dituntut mahir memberikan konsultasi yang baik kepada klien, sementara seorang Marketing adalah seorang analis yang mengerti betul kondisi pasar dan konsumennya.
Apapun pilihan karirmu, jalankan dengan sepenuh hati.
Untuk tahu apakah gaji Anda sudah sesuai dengan standar gaji yang berlaku di pasaran, dengan melihat industri, posisi dan lamanya Anda berkarir, cek gaji Anda di sini dengan fitur terbaru Salary Benchmark persembahan Karir.com.
Oleh: CEO Karir.com Dino Martion