Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengabulkan permohonan praperadilan ganti rugi atas kasus salah tangkap yang dialami dua pengamen asal Cipulir, Kebayoran Lama bernama Andro Supriyanto (21) dan Nurdin Priyanto alias Benges (26). Permohonan itu diterima untuk sebagian.
Dalam putusannya, hakim tunggal Totok Sapti Indrato hanya memerintahkan agar negara membayar ganti rugi Rp 72 juta kepada kedua pemohon. Jumlah itu jauh lebih kecil dari permohonan, yakni Rp 1 miliar lebih. Hakim juga tidak mengabulkan permohonan rehabilitas atau pemulihan nama baik dua pengamen asal Cipulir tersebut.
Advertisement
Meski begitu, Bunga Siagian selaku pengacara kedua pengamen itu mendesak agar Polda Metro Jaya meminta maaf kepada Andro dan Nurdin. Hal ini dilakukan lantaran penyidik dari Polda Metro Jaya telah melakukan kesalahan dengan memaksa seseorang mengakui perbuatan pidana yang sama sekali tidak pernah dilakukan.
"Negara (Polda Metro Jaya) sendiri tidak ada pernyataan 'kami minta maaf bahwa ini adalah kelalaian kami', semacam itu enggak ada," ucap Bunga usai persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa 9 Agustus 2016.
Bunga juga tetap berharap permintaan maaf itu dilakukan di depan publik, melalui media massa, sekali pun itu tidak ada di amar putusan. Menurut Bunga, sikap kesatria polisi dengan mengakui kesalahan itu merupakan bukti bahwa institusi tersebut siap berbenah.
"Karena negara harusnya mendampingi korban kalau mereka dalam kondisi seperti ini. Ini hak mereka. Kalau tidak disiarkan di media, itu juga mencerminkan negara tidak peduli," tandas dia.
Cambuk bagi Negara
Lebih jauh pihaknya berharap agar putusan ini bisa menjadi cambuk tersendiri bagi negara, khususnya kepolisian agar melakukan perbaikan dalam menangani sebuah perkara. Menurut dia, pihaknya tidak ingin insiden salah tangkap semacam ini terulang lagi. Apalagi menimpa masyarakat kecil.
"Bentuk evaluasi harus konkret, enggak cuma mencairkan uang (ganti rugi) saja, tapi harus jadi pelajaran, khususnya rekayasa bukti," ujar Bunga.
Akibat kesalahan yang terjadi dalam proses penyidikan, kata Bunga, kejaksaan akhirnya turut menjadi tumbal. Dalam hal ini, kejaksaan yang seharusnya menjadi pengendali perkara tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
"Ketika itu tidak berjalan, ya hasilnya seperti ini. Banyak kasus yang masuk bukti-buktinya rekayasa. Tapi jaksa enggak tahu. Akhirnya dimasukkan lah ke pengadilan. Jadi bukan jaksa sebenarnya yang masalah, tapi jadi tumbal," kata Bunga.
"Tapi kami harap ada keinginan negara untuk mengubah hukum di Indonesia," dia memungkasi.
Bayar Rp 72 Juta
Sebelumnya, PN Jakarta Selatan telah mengabulkan permohonan yang dilayangkan dua pengamen asal Cipulir, Kebayoran Lama untuk sebagian, yakni kerugian materiel. Dari total permohonan ganti rugi sebesar Rp 1 miliar lebih, majelis hanya mengabulkan agar negara membayar ganti rugi sebesar Rp 72 juta.
Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto alias Benges dituduh dan disangka hingga dipidanakan dalam kasus pembunuhan Dicky Maulana di bawah jembatan Cipulir, Jakarta Selatan pada akhir Juni 2013. Keduanya ditangkap, ditahan, dan diproses secara hukum, meskipun tidak ada bukti yang mengarahkan mereka sebagai pembunuh Dicky.
Bukti bahwa Andro dan Nurdin tidak terlibat dalam pembunuhan diperkuat dengan adanya putusan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta dan juga diperkuat dengan hasil kasasi di Mahkamah Agung.
Andro dan Nurdin telah dibebaskan dari hukuman tujuh tahun penjara yang divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keduanya bebas setelah Pengadilan Tinggi Jakarta menyatakan tidak bersalah.
Namun, jaksa penuntut umum tidak terima dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Rupanya hasil keputusan kasasi juga mengokohkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.
Ada Enam Terdakwa
Kasus pembunuhan Dicky Maulana sendiri diduga dilakukan oleh enam anak jalanan yang sehari-hari mengamen di Cipulir, Jakarta Selatan. Mereka adalah dua terdakwa dewasa Andro dan Nurdin, serta empat terdakwa anak di bawah umur yang kasasinya tengah berjalan di MA. Mereka berinisial FP (16), F (14), BF (16), dan AP (14).
Pembunuhan Dicky terjadi pada Minggu 30 Juni 2013. Pada 1 Oktober 2013, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan pidana penjara tiga sampai empat tahun kepada empat terdakwa anak di bawah umur. Sedangkan dua terdakwa dewasa, masing-masing dihukum tujuh tahun penjara.
Setelah dinyatakan tak bersalah dan bebas dari hukuman penjara, kedua pengamen asal Cipulir itu kemudian memohon ganti rugi ke negara senilai Rp 1 miliar lebih. Dalam hal ini, permohonan itu dilayangkan kepada Termohon I Kapolda Metro Jaya, Termohon II Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dan Turut Termohon Menteri Keuangan.