Liputan6.com, Denpasar - Polresta Denpasar mencegah empat warga negara Belanda keluar Pulau Bali karena ditengarai menjadi biang keladi kerusuhan di Diskotek Pyramid, Jalan Dewi Sri, Kuta, pada Minggu, 7 Agustus 2016.
Kapolresta Denpasar, Kombes Hadi Purnomo menjelaskan, ada empat orang anggota geng Satu Darah yang telah diminta untuk diawasi pihak terkait agar tak melarikan diri ke luar Bali. Ia telah berkoordinasi dengan pihak imigrasi dan Bandara Ngurah Rai untuk maksud tersebut.
"Ada empat orang yang kita atensi, mereka berstatus saksi. Semuanya orang Belanda. Kita sudah koordinasi dengan Imigrasi dan Bandara untuk mengawasi saksi-saksi ini jangan sampai kabur, sehingga menyulitkan kita," kata Hadi di Polsek Denpasar Selatan, Selasa, 9 Agustus 2016.
Ia membeberkan kendala yang dihadapi untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Menurut dia, posisi warga negara asing menjadi kendala utama polisi membongkar tuntas dengan cepat kerusuhan yang mengakibatkan tiga korban terluka.
"Waktu kejadian, mereka sudah ke luar semua dari hotel. Yang rencananya empat hari, tiga hari sudah meninggalkan hotel," tutur Hadi.
Kini, sebagian anggota Geng Satu Darah yang menggelar reuni di Bali selama tiga hari itu sudah kembali ke negara asalnya masing-masing. "Sebagian dari mereka sudah kembali ke negaranya masing-masing, sebagian masih ada di sini," kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Saat ini, Hadi belum menetapkan tersangka pada peristiwa yang terjadi pukul 05.00 WITA Senin pagi itu. "Kita masih mengembangkan saksi-saksi dulu, baru bicara tersangka," ucap Hadi.
Hingga kini, dua orang masih menjalani perawatan intensif. Satu korban dari Belanda, satu lagi dari Indonesia. "Korban dari Belanda terkena pecahan botol. Kedalaman 1,5 sentimeter panjangnya 2 sentimeter. Yang orang Indonesia kakinya terkilir," tutur dia.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Geng Satu Darah telah mendirikan cabang di New South Wales, Australia selatan dan Queensland. Perekrutan rata-rata melalui media sosial.
Menurut riwayatnya, 'Satu Darah Motor Club' didirikan di Kota Moordrecht, Belanda selatan pada 1990 oleh orang-orang keturunan Maluku, Ambon yang menetap di Belanda. Nama 'Satu Darah' sendiri berasal dari Bahasa Indonesia.