Liputan6.com, Jakarta Sidang kesebelas kasus pembunuhan kopi sianida dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso berlangsung seru. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli digital forensik dari Puslabfor Mabes Polri.
Pengacara terdakwa, Otto Hasibuan meragukan rekaman CCTV di Kafe Olivier yang disajikan ahli. Selain kualitas gambar yang kurang jelas, dalam rekaman tersebut juga tidak terlihat Jessica menaruh racun sianida ke dalam es kopi Vietnam yang diminum Wayan Mirna Salihin.
Advertisement
Dalam hal ini, Ahli Digital Forensik Mabes Polri AKBP M Nuh Al Azhar mengakui kekurangan tersebut. Namun hal itu lumrah baginya. Sebab CCTV memiliki keterbatasan dalam segi kualitas hasil gambar. Meski begitu, berdasarkan ilmu forensik digital, hal itu masih bisa diolah.
"Dalam kasus Mirna ini, yang merekam aktivitas Jessica hanya dua (kamera). Satu yang ada di belakang dan satunya yang ada di depan Jessica. Sementara yang merekam aktivitas terdakwa sendiri ada di depan, CCTV dengan objek sekitar 12 meter," ujar Nuh di dalam persidangan, PN Jakarta Selatan, Rabu (10/8/2016).
Apalagi posisi Jessica terhalang tanaman hias yang ada di Kafe Olivier. Sehingga CCTV tidak dapat merekam secara utuh kegiatan terdakwa. Meski begitu, gerakan tangan, kepala, dan badannya sesekali masih bisa terlihat, sehingga tetap bisa dianalisa
Dalam gerakan Jessica, memang tidak terlihat langsung dia menuangkan sesuatu ke dalam gelas. Sebab, hal itu tertutup dengan paper bag yang ada di atas meja. Juga tanaman hias yang kebetulan sejajar dengan sorotan CCTV.
Namun, Nuh menganalisis, gerakan tangan kanan dan kiri Jessica yang bergantian masuk ke dalam tas dan berpindah ke atas meja, sudah bisa disimpulkan bahwa terdakwa memasukkan sesuatu.
"Dalam hal ini disebut distorsi gambar. Analoginya, seperti puzzle dengan gambar utuh huruf A, misalnya. Jadi, meski kepingan puzzle satu atau dua menghilang, tetap saja orang mengenal puzzle itu sebagai huruf A," Nuh menandaskan.