Liputan6.com, Jakarta - "Huuuuuu...." Riuh sorakan pengunjung mewarnai persidangan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso. Sesekali mereka bertepuk tangan mendengarkan kesaksian ahli Digital Forensik Mabes Polri Ajun Komisaris Besar M Nuh Al Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jessica hanya diam. Berulang kali dia memainkan bibirnya yang bergincu merah muda, disilangkan atau sekadar mengatupkannya.
Advertisement
Terlebih ketika Nuh mendeskripsikan rekaman kamera pengawas (CCTV) yang memojokkannya. Nuh menjelaskan Jessica menggaruk-garuk paha kanannya saat Mirna tergelepar usai meminum es kopi Vietnam, 6 Januari 2016.
Saat itu, para pegawai Kafe Olivier dan rekan Mirna sibuk menyelamatkan Mirna.
"Kita diskusi sama tim dalam menganalisa lanjutan, kita dapatkan ini posisi terdakwa menggaruk paha sebelah kanan," kata Nuh di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 10 Agustus 2016.
Bersamaan dengan itu, layar di ruang sidang menayangkan rekaman CCTV saat Jessica sedang menggaruk paha kanan.
Selain itu, Jessica menggaruk-garuk kedua tangannya lebih dari dua kali. Hal tersebut terlihat jelas, salah satunya, pada menit ke 17.23 rekaman CCTV Kafe Olivier, Grand Indonesia Mall, Jakarta Pusat.
"Terdakwa melihat memegang tangan berkali-kali," ucap Nuh.
"Tercatat dua kali menggaruk tangan?" tanya jaksa.
"Banyak sekali (gerakan menggaruk tangan)," kata Nuh.
Gerakan itu tentu saja dianggap janggal. Apalagi Jessica menggaruk pahanya sampai membungkuk.
Jeans dan Sianida
Soal celana jeans Jessica yang digunakan saat kongko bersama Mirna, keberadaannya masih misterius. Penasihat hukum Jessica Kumala Wongso, Yudi Wibowo, mengatakan celana tersebut dibuang Jessica karena robek.
"Celananya itu robek pas dia mau bantu Mirna. Saat pulang, pembantunya bilang, 'Non ini robek, enggak bisa dijahit lagi. Buang saja yah'. Ya Jessica bilang, 'Ya sudah'. Kan sudah tidak bisa dipakai," kata Yudi, Rabu 20 Januari 2016.
Polisi lalu mencari celana tersebut hingga ke tempat pembuangan akhir sampah. Namun nihil.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti saat itu menjelaskan, bukan asisten rumah tangga Jessica yang berinisiatif membuang, tetapi Jessica sendiri.
"Ada keterangan dari saksi (asisten rumah tangga) mengatakan yang bersangkutan (Jessica) minta buang celana. Kita cari ke tempat sampah enggak ketemu. Kita cari sampai ke pul sampah enggak ketemu. Ditanya kenapa mesti dibuang, alasannya celananya robek," Krishna menjelaskan.
Pascakejadian itu, polisi menjadikan asisten rumah tangga Jessica sebagai saksi kunci. Dia pun tidak lagi bekerja di rumah tersebut dan diinapkan di safe house atau rumah aman.
Sementara pada sidang sebelumnya, dokter forensik dari Rumah Sakit Bhayangkara Pusat Raden Said Sukanto (RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur), dr Slamet Poernomo, membeberkan dampak sianida yang beririsan dengan kulit manusia.
"Kalau sianida dalam jumlah besar, apalagi dalam bentuk cairan, itu akan menyebabkan perlukaan pada kulit. Kalau bubuk, gatal saja karena tidak terserap," kata Slamet di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Rabu 3 Agustus 2016.
"Apakah melukai kulit?" tanya hakim anggota Binsar Gultom.
"Melepuh atau kemerahan," jawab Slamet.
Jessica dan Meja 54
Sidang lanjutan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso menghadirkan saksi ahli Digital Forensik Muhammad Nuh Al-Azhar. Nuh membeberkan aktivitas Jessica di Kafe Olivier detik per detik.
Berdasarkan hasil analisis digital forensiknya, Nuh mengungkap gerak-gerik mencurigakan Jessica. Salah satunya kerap menoleh ke meja 54 yang dipesannya.
"Pada 16.19.40 terdakwa foto selfie dibantu petugas menghadap ke meja 54. Kemudian 16.20.22 terdakwa jalan dan menoleh kembali ke meja 54. Jadi ada gerakan menoleh beberapa kali. Lalu pada 16.20.25 jalan dan kembali menoleh ke arah meja, dan pada 16.20.46 menoleh kembali menoleh ke arah meja sambil berjalan," beber Nuh di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 10 Agustus 2016.
Setelah itu, kata dia, Jessica Wongso menuju ke arah depan kasir restoran untuk melakukan pembayaran. Lalu, Jessica langsung menuju ke meja 54 menunggu pesanannya datang.
Jessica juga memindah-mindah barang yang ada di atas meja tersebut.
Pihak Jessica pun mengungkap alasan lulusan sebuah universitas di Australia itu memindahkan barang-barang di atas meja nomor 54, Kafe Olivier, Grand Indonesia Mall, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Barang-barang seperti paper bag, akrilik promo menu dan gelas, dipindahkan, karena bosan menunggu kedatangan sahabatnya Wayan Mirna Salihin dan Hani.
"Kalau Anda menunggu orang kan iseng kan. Dia bilang itu iseng, jadi pegang apa saja gitu. Jadi dia iseng saja gitu," kata penasihat hukum Jessica, Otto Hasibuan, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 10 Agustus 2016.
Soal Jessica menjauhkan gelas berisi Vietnamnese Ice Coffee, yang sebelumnya berada di dekat Jessica ke ujung meja, Otto mengatakan, posisi Mirna sudah dekat dengan Kafe Olivier. Oleh karena itu, Jessica memindahkan gelas tersebut ke sisi meja yang akan diduduki Mirna.
"Penjelasannya, dia waktu itu sudah ada BBM (BlackBerry messenger) dari Mirna kalau dia sudah dekat. Makanya dia bergeser, nanti kita buktikan itu. Jadi dia bergeser karena Mirna sudah mendekat. Ada WhatsApp-nya, makanya ini yang harus kita lihat. Nanti kita buktikan," Otto menjelaskan.
Ubah Posisi
Ahli Digital Forensik Muhammad Nuh Al-Azhar membeberkan aktivitas Jessica Kumala Wongso selama Kafe Olivier yang terekam CCTV. Nuh dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin.
Nuh mengungkap, awalnya Jessica duduk di pinggir sofa meja nomor 54. Pada posisi itu, tubuh Jessica terekam jelas oleh CCTV.
Namun, tak lama kemudian Jessica mengubah posisi duduknya ke tengah. Dengan posisi bergeser ini, tubuh Jessica menjadi sejajar dengan CCTV dan terhalang tanaman hias.
"Pada 16.23.37 terdakwa menggeser duduk dari ujung sofa ke tengah sofa mengambil garis sejajar CCTV dan tanaman hias," ungkap Nuh di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 10 Agustus 2016.
"Yang paling janggal adalah saat terdakwa menggeser posisi duduk sehingga CCTV terhalang tanaman hias," ucap Nuh.
Sekitar 1 menit setelah Jessica Wongso menggeser posisi duduknya, pelayan Kafe Olivier membawa pesanan es kopi Vietnam dan meletakkannya di meja nomor 54.
"Pukul 16.24.19 petugas kafe membawa kopi meneletakkannya di depan terdakwa, lalu pada 16.27.59 petugas lain membawa kocktail dan ditaruh di ujung meja jauh dari terdakwa, kemudian pukul 16.28 terdakwa menarik cocktail ke dekatnya," Nuh membeberkan.
Wayan Mirna Salihin tewas usai menyeruput es kopi Vietnam mengandung sianida di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat pada 6 Januari 2016. Teman Mirna, Jessica Kumala Wongso kini menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pembunuhan berencana ini.
Advertisement
Merangkai Kepingan Puzzle
Sidang ke-11 kasus pembunuhan kopi sianida dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso berlangsung seru. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli digital forensik dari Puslabfor Mabes Polri.
Pengacara terdakwa, Otto Hasibuan meragukan rekaman CCTV di Kafe Olivier yang disajikan ahli. Selain kualitas gambar yang kurang jelas, dalam rekaman tersebut juga tidak terlihat Jessica menaruh racun sianida ke dalam es kopi Vietnam yang diminum Wayan Mirna Salihin.
Ahli Digital Forensik Mabes Polri AKBP M Nuh Al Azhar mengakui kekurangan tersebut. Namun hal itu lumrah baginya. Sebab CCTV memiliki keterbatasan dalam segi kualitas hasil gambar. Meski begitu, berdasarkan ilmu forensik digital, hal itu masih bisa diolah.
"Dalam kasus Mirna ini, yang merekam aktivitas Jessica hanya dua (kamera). Satu yang ada di belakang dan satunya yang ada di depan Jessica. Sementara yang merekam aktivitas terdakwa sendiri ada di depan, CCTV dengan objek sekitar 12 meter," ujar Nuh di dalam persidangan, PN Jakarta Pusat, Rabu 10 Agustus 2016.
Apalagi posisi Jessica terhalang tanaman hias yang ada di Kafe Olivier. Alhasil, CCTV tidak dapat merekam secara utuh kegiatan terdakwa. Meski begitu, gerakan tangan, kepala, dan badannya sesekali masih bisa terlihat, sehingga tetap bisa dianalisis.
Dalam gerakan Jessica, memang tidak terlihat langsung dia menuangkan sesuatu ke dalam gelas. Sebab, hal itu tertutup dengan paper bag yang ada di atas meja. Juga tanaman hias yang kebetulan sejajar dengan sorotan CCTV.
Namun, Nuh menganalisis, gerakan tangan kanan dan kiri Jessica yang bergantian masuk ke dalam tas dan berpindah ke atas meja, sudah bisa disimpulkan bahwa terdakwa memasukkan sesuatu.
"Dalam hal ini disebut distorsi gambar. Analoginya, seperti puzzle dengan gambar utuh huruf A, misalnya. Jadi, meski kepingan puzzle satu atau dua menghilang, tetap saja orang mengenal puzzle itu sebagai huruf A," Nuh menandaskan.
Walaupun, dia mengakui pihaknya tak mendapatkan secara jelas aktivitas ketika Jessica membubuhkan racun sianida.
"Dalam kasus Mirna ini, yang merekam aktivitas Jessica hanya dua. Satu yang ada di belakang dan dua yang ada di depan Jessica. Sementara yang merekam aktivitas terdakwa sendiri ada di depan, CCTV dengan objek sekitar 12 meter. Jadi ada kepingan yang tidak begitu kami dapatkan ketika terdakwa menaruh sianida dalam gelas kopi," saksi ahli Digital Forensik dalam sidang Jessica itu menjelaskan.