RI Gandeng Jepang Buat Alat Deteksi Kebakaran di Lahan Gambut

Badan Restorasi Gambut (BGR) bekerja sama dengan dua universitas Jepang untuk kembangkan alat pendeteksi kelembaban lahan gambut.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 11 Agu 2016, 09:30 WIB
Seorang petugas pemadam dari Kementerian Kehutanan Indonesia, bersama anggota TNI menyemprotkan air ke hutan lahan gambut di Parit Indah Desa, Kampar, Riau, Rabu (9/9/2015). Kebakaran lahan menyebabkan kabut asap di sejumlah wilayah. (REUTERS/YT Haryono)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Restorasi Gambut (BGR) bekerja sama dengan dua universitas Jepang, yakni Universitas Kyoto dan Universitas Hokkaido. Selain itu, lembaga riset Research Institute of Humanity and Nature (RIHN) juga ikut dalam kerja sama ini. Lembaga itu sepakat untuk mengembangkan alat pendeteksi kelembaban lahan gambut guna mengantisipasi kebakaran.

Nota kerja sama ini ditandatangani oleh Kepala BGR Nazir Foead, Wakil Rektor Universitas Kyoto Dr Kayo Inaba, Perwakilan Universitas Hokkaido Prof Takashi Kohyama dan General Director of Research Institute of Humanity and Nature (RIHN) Yasunari Tetsuzo. Penandatanganan disaksikan langsung oleh Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki.

Nazir mengatakan, kerja sama yang terjalin selama lima tahun ini akan sangat membantu merestorasi 2 juta hektar lahan gambut yang ditargetkan pemerintah. Saat ini ada 14,9 juta lahan gambut dan 10 persen merupakan milik pemerintah.

Nilai kerja sama ini mencapai US$ 3 juta yang merupakan dana hibah dari Jepang. Dana digunakan untuk pembuatan alat monitoring kadar kelembaban lahan gambut.

Alat itu merupakan sensor berupa microchip yang ditanam di lahan gambut. Microchip itu nanti mengirim notifikasi ke server tentang kondisi kelembaban lahan secara langsung.

"Jadi bila kadar air menurun dan mulai kering kan sudah bahaya itu, bisa terbakar hebat lahan gambutnya. Nah saat kadar air sudah menurun kita dapat notifikasi," kata Nazir di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, seperti ditulis Kamis (11/8/2016).

Alat itu bisa memantau lahan gambut hingga 30 km persegi. Alat itu sudah diuji coba di 40 lokasi, seperti Jambi, Riau, dan Kalimantan Tengah. Ditargetkan dalam 2 tahun alat ini sudah bisa digunakan.

Selama uji coba, alat ini masih menggunakan server di Jepang. Dalam perjalanan, server akan dipindahkan ke server milik BNPT. Dengan begitu, notifikasi bisa langsung diteruskan ke Kantor Staf Kepresidenan, BNPB, dan BRG.

"Semua perusahaan yang memiliki lahan gambut wajib membeli alat ini, nanti kita hitung berapa kebutuhan alat dari lahan-lahan yang dimiliki," ujar Nazir. (Ahmad R/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya