3 Alasan Kisah Cinta LBGT Makin Marak di Olimpiade 2016

Pasangan kekasih sesama jenis di antara para atlet mulai marak bermunculan di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, ada apa sebenarnya?

oleh Annissa Wulan diperbarui 11 Agu 2016, 17:30 WIB
Pasangan kekasih sesama jenis di antara para atlet mulai marak bermunculan di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, ada apa sebenarnya?

Liputan6.com, Jakarta Dua pasangan kekasih sesama jenis telah menggemparkan Olimpiade 2016. Pertama atlet rugby Isadora Cerullo yang dilamar kekasihnya yang berprofesi sebagai manajer stadium, Marjorie Enya. Kedua ada pasangan atlet hoki kebanggan Inggris Kate dan Helen Richardson Walsh yang telah menikah.

Dilansir dari qz.com, Kamis (11/8/2016), Olimpiade tahun ini mengalami peningkatan dalam jumlah LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender). Tercatat ada 44 atlet pecinta sesama jenis dalam Olimpiade Rio 2016. Jumlah tersebut mengalami peningkatan hampir 2 kali lipat dari Olimpiade London 2012.

Lantas, apa yang menyebabkan LGBT begitu marak terjadi, khususnya di ajang olahraga empat tahunan Olimpiade Rio De Janeiro 2016 Brasil? Simak alasannya di sini.

1. Olimpiade mendukung diplomasi
Acara olimpiade menyatukan semua atlet dari negara-negara dengan hukum tentang LGBT yang berbeda. Namun beberapa tahun terakhir, Olimpiade juga menyatakan diplomasi tentang hal LGBT secara global. Oleh karena itu, para atlet mulai nyaman mendiskusikan orientasi seksualitas mereka kepada publik.

Ada beberapa tim dan anggota masyarakat menyambut baik para atlet LGBT, namun masih ada juga beberapa negara yang mengenakan aturan denda, bahkan hukuman mati bagi atlet mereka yang bergabung dalam LGBT.

Menanggapi tentang pro-kontra ini, International Olympic Committee (IOC) telah memperkenalkan kontrak dengan tuan rumah Olimpiade musim dingin 2022 tentang anti diskriminasi, yang berarti juga berdampak pada kebijakan nasional negara tersebut.

Tahun lalu, Kazakhstan yang menjadi salah satu finalis Olimpiade musim dingin 2022 menyetujui undang-undang propaganda anti-gay, yang menyebabkan presiden IOC mengirimkan surat terbuka tentang keberatannya. Sebab tuan rumah Olimpiade tidak bisa memiliki hukum yang diskriminatif.

Beberapa atlet yang bertanding pada Olimpiade tahun ini merasa lega dan bersyukur jika di Olimpiade selanjutnya mereka harus kembali berlaga merebut medali emas.

"Kami tidak harus berdebat untuk ikut atau tidak dalam Olimpiade yang dapat mengancam keselamatan pribadi karena masalah orientasi seksualitas," papar Ashley Nee, atlet Kayak dari Amerika yang secara terbuka mengakui dirinya pencinta sesama jenis.


Kekerasan dan Risiko

2. Maraknya kekerasan pada kaum LGBT

Beberapa tahun terakhir, serentetan pembunuhan brutal pada gay dan transgender telah menjadi pemberitaan utama internasional. Setidaknya ada hampir 1.600 orang tewas dibunuh hampir setiap hari dalam 4,5 tahun terakhir.

Kekerasan ini sangat bertentangan dengan unsur progresif dan toleran masyarakat Brasil, di mana pemerintah Brasil juga telah memperkenalkan undang-undang tentang legalnya pernikahan sesama jenis sejak tahun 2013.

Para aktivis berpendapat bahwa semua sentimen anti-gay ini berasal dari pengaruh agama Katolik yang sangat kuat di sana. Selain Brasil, Afrika Selatan yang telah melegalkan pernikahan sesama jenis sejak tahun 2006, saat ini juga masih menderita kekerasan LGBT tingkat tinggi, khususnya lesbian.

3. Sangat berisiko
Semua laporan di atas memang membuat beberapa atlet yang bergabung dalam LGBT menjadi gugup untuk datang ke Rio. Namun, berkat keamanan tingkat tinggi di Rio selama pertandingan Olimpiade berlangsung, para atlet dan semua anggota LGBT yang menghadiri acara tersebut diyakini akan aman.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya