Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 122/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke Dalam Wilayah NKRI dan Penempatan Pada Investasi di Luar Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak. Salah satunya investasi dalam bentuk properti.
Di Pasal 8 Ayat (3), menyebutkan investasi dalam bentuk properti tidak termasuk properti yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. Itu artinya, uang repatriasi yang masuk dari luar negeri ke Indonesia tidak dapat digunakan untuk berinvestasi atau membeli rumah subsidi dari pemerintah.
Baca Juga
Advertisement
"Tidak boleh dana repatriasi buat membeli rumah murah atau subsidi dari pemerintah. Itu kan buat Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)," ujar Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI), Eddy Hussy di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (11/8/2016).
Menurutnya, dana hasil repatriasi dapat digunakan untuk mendirikan perusahaan, dan membangun rumah murah. Dalam hal ini, pengusaha yang tergabung dalam REI akan mendukung peningkatan suplai rumah murah guna mengurangi kekurangan (backlog) rumah.
"Kalau mau bangun rumah murah boleh, tapi kalau beli tidak boleh. Siapapun mau bangun rumah murah boleh, dana repatriasi bikin PT dan bangun rumah murah. Tapi PMK 122 kan mengatur pembelian properti dari dana repatriasi," papar Eddy.
Dari data Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, hingga hari ini pukul 11.08 WIB, uang tebusan dari program tax amnesty sebesar Rp 321,75 miliar atau 0,2 persen dari total target Rp 165 triliun. Rinciannya, uang tebusan di akhir Juli lalu sebesar Rp 85,13 persen, dan Rp 236,62 miliar sejak awal sampai 11 Agustus ini.
Sementara jumlah harta yang dideklarasikan di dalam maupun luar negeri, termasuk repatriasi dana mencapai Rp 16,1 triliun. Terdiri dari nilai pengungkapan harta di dalam negeri sebesar Rp 13,4 triliun, deklarasi luar negeri Rp 1,87 triliun dan Rp 759 miliar dari pengalihan harta ke wilayah NKRI.
Jumlah Wajib Pajak yang mengikuti tax amnesty dengan menyerahkan Surat Pernyataan Harta (SPH) sampai dengan saat ini sudah 2.410 SPH. Sejak 1-11 Agustus ini, laporan SPH sebanyak 2.066 SPH, dan 344 SPH sampai Juli lalu. (Fik/nrm)