Pengusaha Minta Pemerintah Permudah Asing Punya Properti

Pemerintah telah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat tinggal atau Hunian oleh Orang Asing.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Agu 2016, 19:17 WIB
Karena membutuhkan modal yang cukup besar, investor properti komersial haruslah punya pemahaman yang cukup mengenai seluk beluk bisnis ini.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam asosiasi Real Estate Indonesia (REI) mengusulkan agar pemerintah memberikan kesempatan bagi warga negara asing (WNA) memiliki hunian vertikal (high rise) atau apartemen di atas lahan berstatus Hak Pakai, bukan lagi Hak Guna Bangunan (HGB).

"Kita usulkan apakah boleh apartemen atau high rise yang dibangun pengembang ada Hak Pakai, tidak ada lagi HGB. Karena selama ini masih HGB, sehingga orang asing tidak boleh beli," kata Ketua Umum REI, Eddy Hussy di Jakarta, Kamis (11/8/2016).

Pemerintah, dia bilang, sebelumnya telah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia menjadi Nomor 103 Tahun 2015. Dalam aturan baru ini, ketentuan hak pakai WNA selama 80 tahun.  

"Tapi kita ingin yang high rise juga ada Hak Pakai, tidak HGB. Jadi buat orang lokal dan orang asing semua sama, bisa miliki properti di Indonesia," ujar Eddy.

Dengan cara ini, dia meyakini, akan meningkatkan investasi maupun penjualan properti oleh asing. "Kita kan ingin memberi kepercayaan kepada dunia, bahwa Indonesia terbuka untuk orang asing. Negara lain kan membolehkan orang asing punya properti, jadi bisa kita setara lah," beber dia.

Membuka kesempatan bagi asing memiliki properti di Tanah Air, diakui Eddy, tidak akan memicu kenaikan harga properti secara tidak wajar (bubble). Alasannya, harga properti di Indonesia sekarang ini masih jauh lebih rendah dibanding negara lain.

"Tidak mungkin (bubble). Kita punya properti, harganya masih jauh. Saya pikir pemerintah gampang mengunci bubble, jika ada terkesan bubble, aturan Loan to Value (LTV) dinaikkan saja, pasti semua berhenti," kata Eddy.(Fik/Nrm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya