Jakarta Bisa Jadi Smart City, Tapi...

Meski belum sepenuhnya bisa diimplementasikan, adopsi smart city dipercaya bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

oleh Jeko I. R. diperbarui 11 Agu 2016, 18:51 WIB
Daniel Mausoof, Head of Strategic Marketing Nokia Asia Pacific and Japan bersama Niko Sutikno, Head of Marketing Communication Nokia Indonesia (Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza)

Liputan6.com, Jakarta - Asia lambat laun akan menjadi benua yang kelak mengadopsi konsep smart city. Meski belum sepenuhnya bisa diimplementasikan, adopsi smart city dipercaya bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memompa kegiatan bisnis baru dan memberikan solusi kepada isu yang muncul seiring dengan pertumbuhan penduduk.

Bahkan, Tiongkok dan India kini telah menerapkan konsep tersebut dalam skala besar. Korea Selatan pun tengah membangun Songdo, di mana menjadi smart city pertama di dunia yang dibangun dari nol. Lalu, Indonesia kapan?

Saat sesi Nokia Briefing yang diadakan di restoran Pala Lada Grand Indonesia, Jakarta, Kamis (11/8/2016), Nokia mengklaim, Jakarta dipercaya bisa mengadopsi konsep smart city, meskipun untuk tidak sekarang.

Hanya saja, terdapat beberapa faktor yang harus dipenuhi dan dioptimalkan demi menunjang keberhasilan pembangunan kota pintar, baik di Ibukota dan juga di Indonesia.

Danial Mausoof, Head of Marketing and Corporate Affairs Nokia Asia Pacific and Japan, mengungkapkan kunci keberhasilan smart city sebetulnya tergantung pada kolaborasi efektif antara kecerdasan dan kehadiran sensor-sensor serta tag yang terhubung.

Pria yang sudah berkecimpung di dunia telekomunikasi selama 15 tahun ini menjelaskan bahwa software, solusi, dan jaringan telekomunikasi digital berfungsi sebagai ‘tulang punggung’ smart city.

“Kala membangun smart city, kehadiran fenomena Internet of Things (IoT) juga menjadi problematika di ranah jaringan. Jika penerapan IoT dilakukan seutuhnya, akan ada perangkat yang terhubung dengan jaringan dan akan tumbuh hingga 20-46 miliar pada 2020. Operator jaringan pun harus menangani transmisi sporadis dari miliaran perangkat tersebut,” kata Mausoof kepada Tekno Liputan6.com.

Ia melanjutkan, pihak pemerintah, operator jaringan, dan penyedia peralatan telekomunikasi perlu mendesain dan merancang pondasi penting yakni jaringan untuk smart city.

“Teknologi nirkabel dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biaya yang lebih rendah, cakupan yang diperluas serta daya tahan baterai yang lebih lama untuk perangkat akhir demi memenuhi persyaratan IoT selular (wide area network). Selain itu, Jakarta juga perlu akses broadband yang perlu menghubungkan semua orang, mesin, dan bahkan sensor perangkat,” tutur Mausoof menjelaskan.

Sementara, lanjut Mausoof, transisi dari layanan telekomunikasi yang terpisah ke jaringan multi-layanan yang terbagi di dalam kota yang terkonvergensi juga akan menghasilkan efisiensi operasional pelayanan publik yang lebih luas dan biaya yang lebih rendah.

Jakarta juga masih butuh pengembangan arsitektur cloud kota dengan jaringan tervirtualisasi yang didefinisikan oleh software serta implementasi platform manajemen layanan maching-to-machine yang menyeluruh dalam satu kota.

Nokia kini tengah berfokus untuk memaksimalkan implementasi koneksi LTE yang mana berguna untuk menopang komunikasi antar-perangkat pintar yang mendukung konsep smart city. Pemanfaatan LTE ini sudah dilakukan di beberapa negara. Bahkan, LTE juga telah sukses dipublikasikan sebagai public safety network.

(Jek/Isk)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya