Liputan6.com, Jakarta Ada banyak teori yang mencoba menjawab mengapa banyak orang takut gelap. Bapak Psikoanalisis Sigmund Freud menganggapnya sebagai akibat dari rasa takut perpisahan anak dengan ibunya. Ilmuwan lain, beranggapan bahwa hal ini adalah peninggalan nenek moyang manusia yang takut diserang predator malam.
Namun bagi Martin (Gabriel Bateman), alasan ia takut gelap hanya satu, yakni satu sosok hitam menyeramkan yang menerornya tiap malam menjelang. Makhluk ini, hanya bisa muncul dalam kegelapan. Ibu Martin, Sophie (Maria Bello), agak terganggu mentalnya setelah kematian sang suami.
Baca Juga
Advertisement
Harapan Martin satu-satunya adalah Rebecca (Teresa Palmer), kakak tirinya yang hidup terpisah dengannya. Rebecca, gadis muda yang sulit berkomitmen dan menaruh rasa percaya pada orang lain, tergerak untuk menolong Martin. Karena dendam pada Sophie, awalnya ia melakukan hal ini untuk menyakiti sang ibu.
Namun hal ini berubah begitu ia mengetahui bahwa sosok misterius yang mengejar Martin, adalah sosok yang juga menghantui Rebecca kecil. Keadaan makin ruwet, karena sang ibu ternyata memiliki kaitan erat dengan makhluk mengerikan ini.
Ini, adalah premis Lights Out, sebuah film horor panjang yang merupakan pengembangan dari film pendek karya David F Sandberg. Ia kembali digaet untuk mengerjakan film panjang Lights Out, yang diproduseri oleh sutradara The Conjuring, James Wan.
Ide dasar dalam film pendek yang viral itu—yakni soal setan yang muncul kala gelap—cukup berhasil diterjemahkan dalam bentuk film panjang oleh Sandberg. Porsi horor, ia seimbangkan dengan drama keluarga dan sedikit bumbu percintaan antara Rebecca dengan pacaranya, Bret (Alexander DiPersia).
Sandberg juga tampaknya sudah tahu persis ke mana arah Lights Out akan berjalan. Ketimbang meminjam nuansa horor atmosferik seperti The Conjuring yang menggiring penonton dalam kengerian secara perlahan, Lights Out secara konsisten memilih jump scare sebagai senjata utama untuk menakut-nakuti penonton. Pendekatan ini memang pas dengan konteks setan yang hanya muncul dalam gelap.
Efek sampingnya, Lights Out menjadi sebuah film yang tak terlalu mengerikan, meski tetap terasa sangat menegangkan. Hampir tanpa jeda, penonton diajak untuk terus mengantisipasi kapan si setan akan menerkam.
Bagi penonton yang tak ingin sekadar dikaget-kageti sepanjang film, mungkin akan sedikit kecewa dengan Lights Out. Meski begitu, sulit rasanya menyangkal bahwa film ini begitu manjur dalam membuat adrenalin terpompa dan menggedor-gedor jantung.
Bagian paling menarik dari Lights Out, ada dalam babak ketiga film ini. Yakni, saat perseteruan akhir antara makhluk misterius tersebut dengan Rebecca, Martin, dan Bret. Tak hanya ketegangan yang dijalin rapat, "duel" antara Bret dengan sang makhluk terasa begitu seru.
Apalagi, karakter manusia dalam film ini tak diposisikan sekadar sebagai mangsa makhluk halus yang lemah. Mereka diberi senjata untuk melawan setan tersebut, dan mereka melakukan perlawanan secara sengit. Hanya sayangnya, bagian klimaks film ini sedikit terasa hambar.
Secara garis besar, film yang akan tayang mulai 16 Agustus mendatang ini memberikan pengalaman sepanjang 80 menit yang cukup menyenangkan. Namun buat penggemar horor yang sudah "ditempa" dengan berbagai judul film horor, Lights Out tak cukup kuat untuk membuat penonton macam ini ketakutan hingga ke rumah.
Namun untuk mereka yang agak lemah dengan teror mental seperti dalam film ini, Lights Out mungkin akan menambah alasan bagi mereka untuk takut pada gelap.