Liputan6.com, Tangerang Selatan - Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 141/2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor, Indonesia masih menggunakan standar Euro2. Padahal ini sudah ketinggalan zaman. Malaysia dan Singapura misalnya, telah menggunakan standar Euro4.
Untuk diketahui, semakin tinggi standar Euro, maka aturan mengenai emisi kendaraan semakin ketat. Semakin tinggi Euro, maka kadar bakan pencemar yang dihasilkan kendaraan bermotor harus semakin kecil.
Baca Juga
Advertisement
Lantas, mengapa Indonesia tak juga melampaui Euro2, padahal di satu sisi pertumbuhan kendaraan bermotor begitu pesat? I Gusti Putu Suryawirawan, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, menjelaskan bahwa masalah konversi ini cukup berat.
"Indonesia belum bisa masuk ke Euro4 karena pemasok Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia, Pertamina, harus melakukan revitalisasi terhadap kilang-kilangnya," ujar Putu saat mengunjungi pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2016 di Tangerang Selatan, Jumat (12/8).
Sementara itu, revitalisasi memerlukan waktu yang tidak sebentar. Setidaknya kalau dilakukan sekarang revitalisasi baru bisa selesai dalam beberapa tahun lagi. "Itu menurut mereka (Pertamina), 2023 baru selesai," tambahnya.
Di satu sisi, pemerintah mengatakan sangat mendukung peralihat standar Euro ini. Dalam pidato pembukaan GIIAS kemarin misalnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa ia telah meminta Kementerian Perindustrian untuk merealisasikan hal ini. Menurutnya hal ini juga baik untuk kegiatan ekspor.
"Jadi kami harus ngobrol dengan Pertamina agar lebih dipercepat (revitalisasi kilang). Nantinya kalau kita tidak segera menyediakan Euro4, maka industri otomotif Indonesia tidak akan bisa bersaing dengan tetangganya," tutup Putu.
EVENT SPESIAL PESTA BEAT LIVE STREAMING 8 KOTA