Liputan6.com, Jakarta Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta menyesalkan sikap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pelayanan Obat dan Makanan (BPOM) dalam merespons kasus peredaran vaksin palsu.
Menurut dia, kasus serupa pernah dia laporkan ke Kemenkes sejak Juni 2015. Namun tidak direspons.
Advertisement
"Saya dapat laporan masyarakat ada vaksin palsu BCG milik Kemenkes. Saya laporkan ke BPOM. Waktu itu diterima oleh Kepala BPOM. Tapi pada saat itu tidak direspons," kata Marius saat memberikan keterangan pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Sabtu (13/8/2016).
Dia menambahkan, jenis vaksin yang diduga palsu itu adalah BCG. Bahkan vaksin milik Kemenkes ini, kata dia, ketika itu sudah sampai ke balai pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah Jakarta Pusat.
"Saya malah kasih lihat foto (vaksin palsu)-nya. (Vaksin) ini yang gratis," ucap Marius.
Tidak hanya memberi informasi tentang vaksin palsu, Marius mengaku juga sudah membeberkan tentang kosongnya stok obat antibiotik injeksi dan cairan infus dasar di sejumlah rumah sakit.
"Saya sudah kasih tahu lagi obat antibiotik injeksi sudah dua tahun kosong. Infus dasar sejak Februari juga sudah kosong. Saya dapat ini dari teman-teman dokter di rumah sakit di daerah. Tapi enggak ada tindakan," terang dia.
Marius khawatir, kekosongan stok tersebut akan menjadi celah bagi produsen obat nakal untuk memproduksi obat antibiotik injeksi dan larutan infus dasar. Kemudian didistribusikan ke sejumlah RS, seperti kasus vaksin palsu.
"Larutan infus dasar itu hanya bisa didrop ke RS besar. Apotek aja enggak dapet. Sudah 6 bulan kosong, kalau ini tidak dipenuhi dengan segera, bukan tidak mungkin infus palsu akan keluar," tandas dia.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah melimpahkan empat berkas perkara kasus vaksin palsu ke Kejaksaan Agung. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, saat ini berkas itu masih dikaji oleh jaksa penuntut umum
Dalam kasus vaksin palsu, Polri telah menetapkan 25 tersangka terdiri dari produsen, distributor, pengumpul botol, pencetak label vaksin, bidan, dan dokter. Mereka dibagi dalam empat berkas untuk memudahkan dalam penuntutan dan persidangan.
Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 47 saksi dari berbagai pihak, mulai dari distributor vaksin, perawat, hingga dokter. Penyidik juga telah mendengar keterangan dari tujuh ahli pidana, ahli perlindungan konsumen, dan juga dari Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Baca Juga
EVENT SPESIAL PESTA BEAT LIVE STREAMING 8 KOTA