Liputan6.com, Bandung - Pada 25 Juli 2016 lalu, raksasa mesin pencari, Google menghapus wilayah Palestina dari layanan Google Maps dan diganti menjadi Israel. Keputusan ini mendapat kecaman dari netizen.
Bahkan salah seorang netizen bernama Zak Martin mengajukan protes melalui petisi di Change.org yang telah ditandatangani lebih dari 250 ribu orang.
Advertisement
Imam Besar New York, Shamsi Ali mengatakan tindakan Google merupakan bentuk penghinaan kepada bangsa Palestina serta umat muslim di dunia.
"Saya kira itu sebuah blunder dari Google dengan menghilangkan Palestina, bahkan Palestina adalah negara asli yang ada di Timur Tengah, oleh karena itu saya kira ini sebuah penghinaan bukan hanya kepada warga Palestina tapi kepada bangsa dunia islam," katanya usai memberikan tausiah di Masjid Salam ITB, Jalan Ganeca, Kota Bandung, Minggu (14/8/2016).
Sebagai bentuk protes pihaknya telah melayangkan surat elektronik kepada Google dan berharap perusahaan yang dipimpin Sundar Pichai tersebut memberikan respons.
"Sudah, sudah banyak email yang kami kirim dan kami menunggu respon dari mereka," jelas dia.
Google menyebut memang sejak awal label Palestina tak ada di layanan petanya. Di samping itu, memang ada masalah yang menyebabkan Jalur Gaza dan Tepi Barat menghilang.
"Tidak pernah ada nama Palestina di Google Maps. Akan tetapi, kami juga menemukan ada bug yang menghilangkan label Jalur Gaza dan Tepi Barat," ujar juru bicara Google seperti dikutip dari laman Engadget. Saat ini Google tengah mengupayakan label itu segera kembali ke wilayahnya semula.
Sementara itu, juru bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nasir, hilangnya Palestina dari Google seharusnya tidak diambil pusing. Pasalnya, Google Maps bukanlah peta resmi. (Kukuh Saokani/Rie)