Liputan6.com, Seoul - Skandal pernah melanda dunia video game Barat. Peristiwa yang dijuluki "Gamergate" itu muncul setelah adanya tuduhan bahwa para pemain gim kebanyakan adalah kaum lelaki dan mereka anti-wanita.
Kontroversi serupa kini terjadi di Korea Selatan (Korsel), negara dengan budaya gim tertinggi di dunia. Dikutip dari laporan jurnalis BBC, Steve Evans, pada Senin (15/8/2016) peristiwa ini bermula dari sebuah kaus.
Baca Juga
Advertisement
Kaus bertuliskan, "Girls do not need a prince" mungkin akan disikapi biasa-biasa saja jika dikenakan di negara lain. Namun tidak di Korsel.
Artis Korsel, Kim Jayeon, kabarnya memicu kehebohan setelah ia memosting foto dirinya tengah mengenakan kaus tersebut ke media sosial. Tak hanya itu, ia bahkan terpaksa kehilangan pekerjaan.
Kim Jayeon adalah salah satu pengisi suara untuk gim online "Closers". Dan tulisan di kaus yang dikenakannya itu dikeluhkan oleh para pemain gim tersebut.
Mereka menyampaikan keluhannya kepada Nexon, perusahaan pembuat gim itu. Dan menurut aktivis perempuan, kebanyakan protes itu bernada ofensif dan anti-wanita.
Nexon pun menyerah kepada tuntuan para pemain gim dan memilih untuk memecat Kim Jayeon.
Kepada BBC, Nexon mengatakan bahwa artis itu akan dibayar penuh untuk pekerjaannya, tapi suaranya tidak akan lagi dipakai dalam gim "Closers".
"Perusahaan memahami keluhan di kalangan masyarakat Closers. Kami telah siaga memutuskan mencari pengganti peran tersebut," ujar Nexon dalam suatu pernyataan.
Pembenci Pria?
Ternyata, slogan yang terdapat di kaus itu berkaitan dengan Megalia, kelompok feminis Korea Selatan. Kelompok itu melakukan kampanye melawan misoginis yang jamak terjadi dalam kehidupan di Korea Selatan.
Kaus itu dijual oleh Megalia dalam rangka menggalang dana untuk menggugat para pria yang dituduh berlaku tidak baik kepada kaum wanita.
Selama ini, logo kelompok Megalia yang memiliki gambar sebuah tangan dengan jari telunjuk didekatkan ke jempol pun disebut kontroversial. Lazimnya, itu menjadi isyarat untuk menandai sesuatu yang berukuran kecil.
Logo itu menyinggung sejumlah pria dan dianggap sebagai penghinaan karena dinilai mengacu kepada ukuran rata-rata penis di Korea Selatan.
Kebanyakan pria Korsel tidak suka dengan Megalia. Beberapa di antara mereka bahkan membalas dengan caci maki di dunia maya. Dalam suasana "panas" itulah sang artis mencuit T-shirt dengan slogan "Girls do not need a prince".
Tidak dijelaskan dalam rangka apa Kim Jayeon mengenakan kaus tersebut.
Advertisement
Sekumpulan Babi
Para anggota Megalia mengatakan bahwa slogan itu dimaksudkan untuk menepis pemikiran kaum pria bahwa wanita membutuhkan mereka untuk melindungi dan menafkahi.
Mereka berpendapat bahwa kaum wanita lebih membutuhkan hormat dan kesetaraan yang mereka sebut masih sangat kurang.
Seorang aktivis Megalia, Alex Song, mengatakan kepada BBC tentang digelarnya sebuah demonstrasi melawan pemecatan aktris tersebut. Para demonstran awalnya sebanyak 100 wanita, namun jumlahnya membengkak menjadi 300 orang.
Kaum pria pun mengadakan demonstrasi balasan. Sejumlah pria diketahui mengambil foto para feminis dan mencaci mereka sebagai "sekumpulan babi".
Bagi feminis Korsel, hal ini menjadi pertanda sebuah masalah yang lebih besar. Korea Selatan adalah suatu masyarakat tradisional yang berubah dengan sangat cepat.
Perubahan dari suatu negara pertanian yang miskin menjadi salah satu masyarakat industri yang paling sejahtera di dunia dicapai dalam beberapa dekade, padahal Eropa memerlukan waktu lebih dari satu abad.
Muncullah sejumlah kontradiksi ketika kaum wanita Korea Selatan naik pentas. Mereka berhadapan dengan harapan konvensional dari kaum pria. Bedah plastik menjadi rutin dan terjadi perbenturan sikap dan harapan lama dengan yang baru.
Seorang anggota Megalian menceritakan pengalaman langsung berhadapan dengan perusahaan rekrutmen yang mencari penerjemah cantik untuk sebuah konferensi.
Pencari tenaga kerja itu mensyaratkan foto seluruh tubuh dilengkapi dengan perincian berat badan dan ukuran-ukuran lain.
Dalam kasus lain, majalah pria edisi Korea menampilkan gambar sampul rekaan yang menampakkan seorang pria sedang asyik merokok dan bersandar ke mobil bersama dengan seorang wanita tak bernyawa. Hak tinggi wanita itu menggelayut seakan baru saja menjadi seorang korban kekerasan seksual.
Di awal tahun ini, seorang wanita dibunuh dalam toilet umum. Pelaku telah menunggu di dalam toilet dan ia menunggu siapa saja yang masuk untuk dihabisi.
Setelah pembunuhan itu, kaum feminis melakukan demonstrasi melawan kekerasan terhadap wanita. Ternyata, sejumlah kaum pria menggelar demonstrasi tandingan.
Seksualisasi Berlebihan
Di kalangan feminis terjadi debat seru mengenai taktik yang dipakai. Megalia sendiri termasuk radikal.
Di antara para anggota pun ada kekhawatiran kelompok itu melangkah terlalu jauh. Misalnya apakah harus mengurusi seorang pria gay yang menikahi seorang wanita hanya untuk menutup-nutupi keadaan.
Dalam hal lain, gesekan tidak terlalu keras. Kelompok feminis Korea Selatan sepakat mengkritik industri hiburan yang mereka anggap melakukan seksualisasi berlebihan terhadap wanita-wanita muda, terutama dalam dalam industri K-Pop.
Megalia adalah salah satu kelompok feminis yang berhadapan dengan hal-hal yang dinilai para anggotanya sebagai kemunafikan. Misalnya, mereka menekankan praktik perselingkuhan kaum pria Korea dengan para pelacur ketika sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri.
Alex Song menjelaskan seksisme tersebut hadir dalam tayangan-tayangan gambar kaum wanita "yang seksual secara dilebih-lebihkan" pada layar permainan.
Tidak heran kalau penggunaan T-shirt dengan slogan feminis oleh seorang aktris pengisi suara permainan "Closers" kemudian menjadi isu besar. Dan perusahaan permainan tak bisa menolak bahwa hal itu kontroversial.
Advertisement