Kejanggalan-Kejanggalan dari Sidang Guru Cubit Murid

Hingga akhir sidang, Samhudi, terdakwa kasus guru cubit murid di Sidoarjo, Jawa Timur, bersumpah tidak pernah mencubit siswanya.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 15 Agu 2016, 17:33 WIB
Hingga akhir sidang, Samhudi, terdakwa kasus guru cubit murid di Sidoarjo, Jawa Timur, bersumpah tidak pernah mencubit siswanya. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Sidoarjo - Sidang kasus guru cubit murid sudah memvonis Samhudi, guru SMP Raden Rahmat, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur, tiga bulan penjara dengan masa percobaan enam bulan. Dia dianggap melanggar Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Meski menerima, kuasa hukum Samhudi, Priyo Utomo mengungkapkan ada beberapa kejanggalan dalam sidang putusan kasus yang digelar di Pengadilan Negeri Sidoarjo, beberapa hari lalu. Di antaranya kejanggalan terkait saksi dan keterangan hasil visum.

"Sesuai dengan berita acara pemeriksaan terdapat empat saksi, tapi kenapa yang dihadirkan cuma dua saksi? Saksi korban dan orang tua korban yang hanya mendampingi saat di puskesmas saja, padahal orangtua korban tidak mengetahui secara pasti saat kejadian," tutur Priyo saat berbincang dengan Liputan6.com di kediamannya di Sidoarjo, Senin (15/8/2016).

Priyo menyebut, salah satu dari dua saksi yang tidak dihadirkan dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rini Sesuni itu merupakan saksi yang meringankan Samhudi. Saksi tersebut menerangkan jika Pak Guru tidak pernah mencubit korban saat kejadian berlangsung.

Kejanggalan kedua adalah terkait hasil visum. Menurut Priyo, pemeriksaan di puskesmas itu baru dilakukan lima hari setelah kejadian, tapi bekas cubitannya masih ada dan seolah-olah bekas cubitan baru.

Pemeriksaan itu juga dilakukan sekitar pukul 16.00 WIB. Padahal secara logika, dokter puskesmas pada jam tersebut sudah pulang atau sudah berpindah tugas di rumah sakit yang lainnya. Keterangan hasil visum tersebut ternyata dikeluarkan oleh seorang petugas puskesmas.

"Kalau peristiwa kecelakaan mungkin tidak masalah minta keterangan hasil visum di puskesmas, tapi ini adalah kasus dan harusnya dokter yang mengeluarkan keterangan hasil visumnya, bukan seorang petugas puskesmas biasa. Dan fakta persidangan, kenapa dokter yang bertanggung jawab di puskesmas tersebut tidak dihadirkan?" kata Priyo.

Meski begitu, Priyo mengakui putusan hakim cukup arif. Sebelum membacakan pembelaannya, dirinya menanyakan kepada Samhudi apakah dia yang yang mencubit, Samhudi pun menjawabnya sumpah demi Allah bukan dirinya yang mencubit.

"Pak Samhudi mengaku tidak pernah mencubit korban. Dia hanya mengakui pernah menghukum korban dengan mengalungkan sepatu korban di lehernya seperti perpeloncoan. Jadi, vonis hakim cukup bijaksana," ujar Priyo Utomo.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya