Liputan6.com, Jakarta - Malaysia begitu mendominasi pada ajang Piala Thomas antara 1949 dan 1957. Saat itu, kekuatan Malaysia tidak tertandingi negara-negara Eropa antara 1949 dan 1957. Namun, kemudian muncul kekuatan baru, yakni Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Dimotori Tan Joe Hok dan Ferry Sonneville, Indonesia mengakhiri dominasi Malaysia pada Piala Thomas 1958 yang digelar di Singapura. Ketika itu, Indonesia menang 6-3. Di dua edisi berikutnya, Indonesia juga kembali menjadi juara.
Laga final antara Indonesia dan Malaysia kembali terjadi pada final Piala Thomas 1967 di Istora Senayan, Jakarta. Ketika itu, wasit kehormatan IBF (sebelum BWF) asal Inggris Herbert Scheele menghentikan pertandingan. Ia beralasan penonton sudah mengganggu jalannya pertandingan.
Indonesia saat itu tertinggal 3-4. Tapi, ganda putra Indonesia tengah di atas angin dengan dukungan penonton. Namun, IBF akhirnya menyetujui permintaan Scheele dan memutuskan pertandingan diulang di Selandia Baru. Indonesia tegas menolak. Piala Thomas pun jatuh ke tangan Malaysia. Peristiwa ini disebut dengan Peristiwa Scheele.
Namun, rakyat Indonesia mengganggap Piala Thomas hanya 'dititipkan' di Kuala Lumpur. Tiga tahun kemudian, Rudy Hartono dan kawan-kawan merebut kembali Piala Thomas dengan mempecundangi tuan rumah Malaysia 7-2.
Rivalitas Indonesia dan Malaysia pun makin sengit. Apalagi setiap menjadi tuan rumah, Malaysia kerap bertindak tidak sportif. Piala Thomas 1992, misalnya. "Saat itu, kita dikerjain dengan hanya diberikan bus penjara sebagai sarana transportasi. Belum lagi, stadion tempat latihan yang dipenuhi para pendukung Malaysia," kata Alan Budikusuma.
Situasi dibalas ketika Indonesia menjadi tuan rumah Piala Thomas 1994. Pada final Piala Thomas 1994, Ong Ewe Hock menilai sikap panitia dan penonton sudah keterlaluan sehingga ia merusak permainan sendiri dengan membuang-buang bola. Saat itu, Malaysia kalah 0-3.
Perebutan Emas Olimpiade
Sikap penonton Indonesia terhadap pebulu tangkis Malaysia memang sudah tidak seperti dulu. Akan tetapi, kalah dari Malaysia tidak bisa diterima. Kemenangan menjadi harga mati.
Rabu (17/8/2016) besok, ganda campuran Indonesia Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir bakal melawan pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying di final Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Sejauh ini dari sembilan pertemuan, Tontowi/Liliyana menang delapan kali atas Chan/Goh. Semoga Tontowi/Liliyana melanjutkan catatan kemenangannya atas Chan/Goh dan medali emas jatuh ke tangan Malaysia.
Laga final ini seperti ulangan final ganda putra Olimpiade 1996 di Atlanta, Amerika Serikat. Saat itu, pasangan Malaysia Cheah Soon Kit/Yap Kim Hock menghadapi ganda putra Indonesia Ricky Subagja/Rexy Mainaky. Sempat unggul 15-5 di set pertama, Cheah/Yap harus mengaku keunggulan Ricky/Rexy di dua game berikutnya dengan skor 13-15 dan 12-15.
Advertisement