Liputan6.com, Jakarta - Ketika masih berada di bangku sekolah, sering kali kita mengadakan kegiatan akademik dan non akademik. Sebelum memilih panitia, guru biasanya akan bertanya terlebih dahulu siapa yang bersedia berpartisipasi dalam persiapan acara.
Respons dari murid beragam, ada yang menunjuk temannya, ada yang diam saja, dan ada pula yang menunjuk dirinya sendiri.
Baca Juga
Advertisement
Dari perilaku tersebut dapat dilihat siapa yang mempunyai bakat sebagai seorang pemimpin, dan siapa yang lebih memilih menjadi pengikut.
Seperti dikutip dari Livescience.com, Selasa (16/8/2016), fakta tersebut membuat penelitian menyimpulkan ada karakter pemimpin yang memang sudah terbentuk dari kecil, dan ada pula yang menjadi pengikut 'alami'.
Penelitian menunjukkan seseorang yang lebih 'santai', cerdas, suka mendominasi, dan memiliki tampilan fisik yang menarik, berpotensi besar menjadi seorang pemimpin.
Seorang pengikut juga bisa memiliki sifat di atas, tapi, pemimpin sesungguhnya akan terlihat ketika suatu kelompok berkumpul.
"Pada hewan, kepemimpinan itu bersifat bawaan dalam DNA dan dominasi sosial," kata Ron Riggio, guru besar sekaligus ahli kepemimpinan dan psikologi organisasi di Claremont McKenna College, California.
"Namun pada manusia, hal tersebut tidak bersifat turunan. Kepemimpinan datang dari berbagai ukuran tubuh, kecil atau pun besar," ujar Riggio.
Peneliti juga menyebutkan bahwa kepemimpinan dapat dibentuk. Jika seseorang 'dibentuk' dalam lingkungan yang keras, biasanya dia akan mengikuti pola kepemimpinan yang sama.
Jadi, pada akhirnya didikan dan pengalaman seseorang juga akan mempengaruhi apakah ia akan menjadi seorang pengikut saja atau pemimpin berkharisma.
Dilahirkan untuk Menjadi Bos?
Jika melihat dinasti politik Adams, Kennedy, dan Bush, atau keluarga gelandang sepak bola, Mannings, orang awam mungkin akan berpikir bahwa kepemimpinan itu turun temurun.
Pemikiran tersebut tidak sepenuhnya tidak benar. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sifat kepemimpinan bisa 'ditanamkan' dalam keluarga.
"Gen mempengaruhi kinerja otak dan fisiologi manusia. Genetik bekerja mempengaruhi keperibadian, keterampilan kognitif, dan kecerdasaan serta beberapa karakter fisik seseorang. Semua hal tersebut terlibat dan berkorelasi dengan terbentunya seorang pemimpin," kata psikolog Richard D. Arvey di National University of Singapore.
Untuk mempelajari dampak yang diberikan genetik terhadap bakat kepemimpinan seseorang, Avey bersama dengan beberapa orang peneliti lainnya, melakukan survei.
Mereka membandingkan kembar identik yang berbagi 100 persen genetik yang sama, dengan kembar fraternal (tidak terlalu mirip) yang hanya berbagi 50 persen gen.
Ketika anak kembar dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sama, pengaruh gen akan lebih terlihat sama dan mudah ditebak hasilnya.
Oleh karena itu, dalam penelitian tersebut Arvey meminta peserta menyebutkan berapa banyak mereka pernah memimpin, baik itu di tempat kerja, kegiatan olahraga, dan organisasi.
"Jika genetik mempengaruhi kepemimpinan, maka kembar identik akan memperlihatkan hasil yang hampir sama," jelas Arvey.
Faktanya, survei yang dilakukan pada 2006 dan 2007 mengungkapkan 31 dan 32 persen variabilitas kepemimpinan berasal dari bawaan genetika.
"Mencari tahu kinerja gen dalam kepemimpinan akan sedikit sulit. Tidak ada gen kepemimpinan. Sebaliknya, ratusan gen berinteraksi secara kompleks, untuk menghasilkan kecenderungan biologis yang mempengaruhi seseorang untuk memimpin," kata Arvey.
Pemimpin Versus Pengikut
Kehidupan Membentuk Seorang Pemimpin
Dibandingkan dengan bawaan (gen), lingkungan lebih banyak memberikan pengaruh dalam karakter seseorang. Sekitar dua per tiga dari unsur-unsur seperti pendidikan dan pengalaman pribadi, membentuk seseorang menjadi pemimpin.
Sebagai contoh, seorang yang terlahirkan dalam keluarga politik dan memiliki kekayaan yang berlimpah, cenderung akan mempunyai harapan untuk melanjutkan kejayaan tersebut.
Ada dua jenis pemimpin; yang mendapatkannya karena memang sudah berada 'di atas'; dan yang tumbuh dari bawah untuk mencapainya.
Kelompok Pengikut
Pengikut, dalam pengertian ini, bukan hanya berarti tidak adanya kepemimpinan. "Kualitas yang dimiliki pemimpin yang bagus juga mempengaruhi pengikut. Termasuk kecerdasan dan komunikasi," kata Rigio.
Mari kita contohkan dengan evolusi binatang. Dalam kelompok hewan, seekor jantan dan betina paling besar dan tangguh, akan bertindak sebagai alfa (pemimpin).
Pengikut mereka biasanya gereombolan hewan yang lebih lemah dan berbadan lebih kecil.
"Jika seekor gajah ingin menjadi ketua kelompok, hewan itu harus lebih besar dan garang. Dia harus siap berkelahi setiap saat," ujar Riggio.
Walaupun begitu, manusia berbeda dengan hewan. Kita memiliki masyarakat yang lebih kompleks, mengakibatkan sistem kekuasaan berdasarkan kekuatan fisik tidak berlaku.
"Ukuran badan bisa dijatuhkan dengan 'senjata'," kata Riggio.
Sebagai contohnya, kita bisa melihat pemimpin diktator kejam Adolf Hitler, yang memiliki tubuh cenderung lebih kecil, tapi memiliki mental kepemipinan seperti seekor gorila.
Walaupun begitu, pengikut yang setia juga mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin. Sebagai contohn, Marshall Applegate, ketua organisasi sesat Heaven's Gate, yang bisa membuat 39 pengikutnya ikut bunuh diri bersama.
"Keefektifan seorang pemimpin juga tergantung pada pengikutnya," kata Arvey.
Advertisement