Jessica Pernah Menolak Psikiater Periksa Kejiwaannya

Risiko gangguan regulasi emosi bisa dilihat dari penyalahgunaan alkohol dalam dosis tinggi.

oleh Liputan6 diperbarui 18 Agu 2016, 15:52 WIB
Dokter Psikiatri dari Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran UI RSCM Natalia Widiasih saat menjadi saksi ahli dalam sidang perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin di PN Jakarta Pusat, Kamis,(18/8). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta Ahli kejiwaan forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Natalia Widiasih Raharjanti mengatakan, terdakwa pembunuhan berencana Jessica Kumala Wongso sempat menolak diperiksa kejiwaannya oleh tim dokter.

"Saat itu Jessica sempat menolak untuk menceritakan kejadian perkara. Ketika itu kita minta untuk menceritakan kronologi kejadian, namun ia menolak karena sudah dicatat dalam BAP dan meminta pendampingan kuasa hukum," tutur Natalia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (18/8/2016).

Pemeriksaan kejiwaan Jessica dilakukan pada 11-16 Februari 2016. Walau penolakan bersifat reflektif dan justru menunjukkan bahwa Jessica melek hukum, tapi menurut Natalia, hal tersebut malah menjadi salah satu pemicu timbulnya gangguan regulasi emosi.

"Saya tidak bilang Jessica memiliki gangguan regulasi emosi, tapi berisiko saja. Kita bisa lihat dari bagaimana pada saat pemeriksaan dia baru merasa tenang jika didampingi. Walau cuma 10 persen sekalipun, tetap ada risikonya," beber dia.

Selain alasan pendampingan, kata Natalia, risiko gangguan regulasi emosi bisa dilihat dari penyalahgunaan alkohol dalam dosis tinggi.

Pasalnya, dalam dokumen yang diperoleh ABC 7.30 -program televisi nasional Australia- Jessica tercatat pernah mengalami kecelakaan lalu lintas karena pengaruh alkohol.

"Penggunaan alkohol dibedakan kategorinya tergantung yang masih sifatnya rekreasional atau sampai ketergantungan. Orang yang sudah sering, 4 botol juga nggak ada efek apa-apa, tapi orang yang nggak kuat minum, minum sedikit aja bisa berubah emosinya," beber Natalia.

Dari dua komponen ini saja, Natalia dapat menyimpulkan bahwa Jessica berisiko memiliki gangguan regulasi emosi.

"Dalam konteks ini, risiko gangguan regulasi emosi Jessica kita dapatkan dari penyalahgunaan alkohol, serta tingkat kebutuhan akan pendampingan yang tinggi," tutup Natalia. (Winda Prisilia)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya