Liputan6.com, Jakarta Brasil dan Jerman. Di kancah sepak bola internasional, kedua negara ini adalah raksasa. Terutama di Piala Dunia. Dengan lima gelar, Brasil adalah tim tersukses. Selain itu, Selecao juga satu-satunya tim yang tak pernah absen dalam gelaran empat tahunan tersebut. Adapun Jerman merupakan tim yang paling sering finis di 3-besar. Sebanyak 13 kali Die Mannschaft finis di posisi tersebut.
Baca Juga
- Ingin Bercinta, Atlet Putri Brasil Tega Usir Rekannya dari Kamar
- Kalah dari Tontowi / Liliyana, Medali Emas Malaysia Masih Nol
- Tontowi / Liliyana Rebut Emas, Ini Kata Presiden Jokowi
Advertisement
Reputasi luar biasa itu membuat pertemuan kedua tim di partai resmi begitu dinantikan. Apalagi jika itu terjadi di partai puncak. Sayangnya, itu terbilang jarang. Di partai resmi, baru tujuh kali mereka bersua. Dua kali di Piala Dunia, dua kali di Piala Konfederasi, dan tiga kali di olimpiade.
Khusus di final, pertarungan Brasil kontra Jerman hanya terjadi di Piala Dunia 2002. Kala itu, Jerman takluk 0-2 lewat sepasang gol Ronaldo Luiz Nazario da Lima. Berkat kemenangan itu, Brasil menorehkan sejarah baru, menjadi tim pertama yang lima kali menjuarai Piala Dunia.
Minggu (21/8) dinihari WIB, untuk kali kedua tersaji final yang mempertemukan Brasil dan Jerman. Kali ini di ajang Olimpiade Rio de Janeiro. Brasil melangkah ke final dengan menggasak Honduras 6-0 di semifinal, sedangkan Jerman menang 2-0 atas Nigeria.
Pertemuan kali ini memang tak sebesar 14 tahun lalu. Namun begitu, seperti halnya di Yokohama dulu, pertandingan nanti pun bakal menelurkan sejarah baru. Baik bagi Brasil maupun Jerman, kemenangan akan menjadi medali emas pertama di olimpiade. Hingga detik ini, Brasil dan Jerman memang belum pernah meraih satu emas pun di cabang sepak bola Olimpiade. Ironis bukan?
Sebenarnya Jerman Timur pernah meraih medali emas di Olimpiade 1976. Namun, di bawah panji Jerman yang dalam statistik disatukan dengan Jerman Barat, prestasi mereka masih nihil. Bahkan sejak penyatuan kembali pada 1990, baru kali inilah Jerman tampil di olimpiade.
Tanda Kebangkitan
Sejak awal, Brasil begitu bernafsu mengakhiri penantian sangat panjang di olimpiade. Apalagi kali ini mereka berlaga di kandang sendiri. Dalam 12 kesempatan sebelumnya, Selecao hanya merebut tiga perak dan dua perunggu. Rasa penasaran kian memuncak karena di London, empat tahun lalu, mereka hanya menjadi runner-up, kalah 1-2 dari Meksiko.
Sebagai salah satu pemain yang merasakan kekalahan pahit dari Meksiko itu, Neymar begitu berambisi menggapai emas pada perhelatan kali ini. Dia sampai rela absen di Copa America Centenario karena Barcelona tak ingin bintangnya itu bermain di Copa America dan olimpiade sekaligus, hanya boleh salah satunya. Bagi Neymar, juga Brasil, olimpiade adalah prioritas utama.
“Saya siap memanggul tanggung jawab. Seluruh rakyat Brasil begitu menginginkan medali emas. Mereka juga tahu, tak ada orang yang lebih menginginkannya ketimbang saya,” tegas Neymar pada Mei lalu seperti dikutip Globo Esporte.
Keraguan sempat mencuat ketika Carlos Dunga dipecat dari posisi pelatih Selecao usai Copa America. Itu membuat tim olimpiade pun berganti nakhoda. Rogerio Micale, pelatih timnas U-20, baru bertugas pada 16 Juni 2016. Sudah begitu, dalam dua laga awal di fase grup, Brasil ditahan tanpa gol oleh Afrika Selatan dan Irak.
Harapan kembali terkerek setelah kemenangan empat gol tanpa balas atas Denmark pada laga pamungkas fase grup. Selanjutnya, Kolombia dihajar 2-0, lalu Honduras digasak 6-0. Apalagi Neymar bersama dua talenta istimewa, Gabriel Barbosa alias Gabigol dan Gabriel Jesus, tampil ciamik dan tajam.
Mendulang 12 gol dan tak kebobolan hingga melaju ke final membuat Micale optimistis. Menurut dia, tekanan untuk merebut emas tak akan jadi masalah karena seluruh pemain sudah terbiasa dengan hal itu sejak laga kontra Afsel. Saat final, langkah mereka akan lebih enteng. Terutama karena performa yang bagus.
“Kami fokus dari laga ke laga. Itulah janji kami. Inti sepak bola kami adalah kualitas dan kerja keras. Inilah alasan yang memperkuat keyakinan kami untuk mewujudkan impian besar,” kata Micale usai kemenangan atas Honduras.
Kemenangan di final nanti juga akan memiliki makna lain yang jauh lebih besar. Medali emas olimpiade yang mengakhiri penantian panjang itu akan menjadi asa baru di tengah keterpurukan Brasil belakangan ini. Titik nadirnya tentu tersingkir di fase grup Copa America Centenario lalu.
Advertisement
Mengawinkan Emas
Lain Brasil, lain pula Jerman. Masuk final sebenarnya sudah sejarah bagi Die Mannschaft. Sebelum ini, prestasi terbaik mereka adalah medali perunggu pada 1964 dan 1988. Sudah begitu, sejak perunggu di Seoul 1988, baru kali inilah Jerman kembali berlaga di olimpiade. Dalam enam kesempatan sebelumnya, mereka selalu tersingkir di kualifikasi.
Seperti halnya Brasil, di perhelatan kali ini, Jerman pun sempat terseok-seok di fase grup. Hanya imbang saat melawan Meksiko dan Korea Selatan, Jerman memastikan lolos ke perempat final lewat kemenangan 10-0 atas Fiji sementara Meksiko takluk 0-1 dari Korsel. Setelah itu, langkah mereka seperti kian ringan. Kemenangan mampu dituai dari dua tim tangguh. Portugal ditekuk 4-0, lalu Nigeria dibekap 2-0.
Karena termasuk kesempatan langka, bermain di olimpiade dan merebut emas tentu tak akan disia-siakan Jerman. Hal itu sempat dilontarkan kapten Max Meyer dalam wawancara dengan Westdeutsche Allgemeine Zeitung pada Juli silam.
“Ketika berhasil ikut serta, kami ingin meraih sesuatu. Ini adalah turnamen terakhir bagi pelatih kami, Horst Hrubesch. Kami ingin memberikan sesuatu kepadanya. Di samping itu, setiap pemain juga tentu punya ambisi tersendiri, yakni mencapai puncak yang artinya medali emas,” terang penggawa asal FC Schalke 04 itu.
Satu hal yang menarik, Jerman bisa membuat sejarah yang jauh lebih besar di kancah sepak bola olimpiade. Mereka berpeluang mengawinkan medali emas sepak bola putra dan putri. Itu karena bukan hanya tim asuhan Hrubesch yang melaju ke final. Tim putri arahan Silvia Neid pun begitu. Kemenangan 2-0 atas Kanada memastikan Jerman berjibaku dengan Swedia di partai puncak sepak bola putri.
Seperti Hrubesch, itu juga akan jadi laga terakhir Neid. Usai olimpiade, posisinya akan diambil alih pelatih baru, Steffi Jones. Menariknya lagi, seperti halnya tim putra, ini juga final olimpiade pertama bagi tim putri Jerman. Meski punya reputasi mentereng, timnas putri Jerman memang selalu sial di olimpiade. Sama dengan tim putra, raihan tertinggi mereka hanyalah perunggu.
Akankah Brasil menghentikan penantian panjangnya? Akankah Swedia menyabet emas pertama di cabang sepak bola putri? Akankah Jerman berhasil mengawinkan medali emas? Apa pun jawabannya, itu akan jadi guratan baru, baik dalam buku sejarah sepak bola dunia maupun buku sejarah sepak bola masing-masing.
*Penulis adalah komentator dan pengamat sepak bola. Tanggapi kolom ini @seppginz.