Liputan6.com, Yogyakarta - Nasionalisme dapat terbangun dengan secangkir kopi. Biji kopi dan seduhannya bisa menjadi simbol nasionalisme bagi para barista dan penikmat kopi-kopi asli Indonesia.
Seperti yang terlihat pada saat peringatan hari kemerdekaan di sebuah coffe shop di Yogyakarta. Belasan orang berkumpul menunjukkan kelihaian mereka menyeduh kopi secara manual.
Penyeduhan secara manual dilakukan dalam kurun waktu 7 menit dengan menggunakan kertas saring beralur yang disebut V 60 dripper. Kopi yang digunakan adalah kopi gayo Aceh dengan tingkat sangrai medium, Bali Kintamani, dan Jogja.
Setelah kopi terseduh, penonton sebagai juri mulai menilai cita rasa kopi. Tak ada patokan khusus, yang terpenting kopi nyaman di lidah penikmatnya. Barista dengan kopi yang paling banyak disukai menjadi pemenangnya.
"Merayakan kemerdekaan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya merayakan keberagaman kopi Indonesia, untuk menghargai jerih payah petani dengan memaksimalkan kopi lokal," ujar Andra Pradana, barista Point Cafe, dalam acara bertajuk Kelahi Kopi di Yogyakarta, Rabu (17/8/2016).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengatakan kopi Indonesia memiliki cita rasa yang berbeda-beda, tergantung dari daerah asal penanamannya. Misal kopi yang ditanam berdekatan dengan cokelat akan menghasilkan rasa moka.
Ada ratusan varian kopi di Indonesia. Indonesia dikenal sebagai produsen kopi terbesar ke-4 di dunia.
Ia menambahkan kegiatan ini juga bertujuan sebagai ajang silaturahmi para barista, sekaligus tempat bertukar pikiran tentang menyeduh kopi. Kopi yang diseduh secara manual memiliki cita rasa yang berbeda-beda di tangan setiap orang. Hal itu bergantung dari suhu air panas, profil sangrai, dan ukuran giling.
Shinta Harumi, perwakilan Komunitas Indonesia Menyeduh, menuturkan Kelahi Kopi baru pertama kali diadakan di Jogja. Sebelumnya, kegiatan serupa sudah diadakan empat kali di Jakarta dan sekali di Semarang.
"Kegiatan ini bermaksud mempromosikan kedai-kedai kopi seduh manual yang ada di Indonesia," kata Shinta.
Ia menilai kegiatan semacam ini penting dilakukan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa kopi lokal tidak kalah dengan kedai kopi waralaba asing. Apabila kopi lokal kian disukai, maka prestisenya pun meningkat.
"Pada dasarnya cita rasanya tidak kalah dengan kopi impor karena varian beragam dan bisa disesuaikan dengan lidah penikmat," ucap dia.
Salah satu peserta Kopi Kelahi, Rifki Munfaidah, mengatakan alasan ikut berpartisipasi karena ingin merayakan kemerdekaan dengan cara berbeda, di samping ingin bertemu dengan sesama barista.
Ia menuturkan, hal tersulit dari menyeduh kopi secara manual adalah menjaga konsistensi. "Seringkali itu dipengaruhi oleh mood," ujar perempuan yang sudah delapan tahun menggeluti dunia barista tersebut.