Liputan6.com, Tulungagung - Arca Jaka Lelana dan Dewi Sri itu ditaburi bedak serta mengenakan kalung untaian bunga melati. Mahkota berbahan janur atau daun kelapa muda juga dikenakan pada dua arca perlambang kesuburan tersebut.
Keduanya dimandikan dengan air kembang atau prosesi jamasan. Baik arca Jaka Lelana maupun Dewi Sri diperlakukan layaknya manusia. Ritual jamasan dilanjutkan dengan tabur bunga di Telaga Buret yang persis berada di dekat arca itu.
Ini adalah ritual ulur-ulur, sebuah tradisi yang telah berusia ratusan tahun dilakukan di Telaga Buret Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Ada empat desa yang terlibat dalam tradisi ulur yang digelar setahun sekali, pada tiap hari Jumat Legi bulan Selo penanggalan Jawa ini, yakni Desa Sawo, Ngentrong, Gamping dan Gedangan, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung.
"Ritual ulur-ulur ini untuk mensyukuri nikmat Allah berupa sumber air Telaga Buret yang mengaliri sawah kami," ujar Triman, sesepuh Desa Sawo Kabupaten Tulungagung, Jumat, 19 Agustus 2016.
Baca Juga
Advertisement
Telaga Buret terletak di Desa Sawo, Kecamatan Campurdarat. Tradisi ulur-ulur merupakan kearifan lokal yang mengingatkan masyarakat untuk menjaga keseimbangan alam. Sehingga, Telaga Buret sebagai sumber kehidupan masyarakat sekitar tetap terjaga kelestariannya.
"Petani di empat desa tidak pernah kekurangan air meski saat kemarau panjang dengan adanya telaga ini," ucap Triman.
Bupati Tulungagung, Sahri Mulyo mengatakan, air dari Telaga Buret mengaliri kurang lebih 400 hektare sawah yang ada di empat desa tersebut. Menurut dia, tradisi ulur-ulur harus dilestarikan. Apalagi, tradisi ini juga berpotensi wisata.
"Upacara ulur-ulur ini juga bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan, pada setiap kali digelar selalu dipadati oleh wisatawan," ucap Sahri.
Ia pun menjanjikan bakal menambah sarana prasarana pendukung sebagai tempat wisata. Sehingga, tradisi ulur–ulur di Telaga Buret juga menjadi agenda wisata yang mampu menyedot lebih banyak wisatawan.