Liputan6.com, Sukabumi - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan penolakannya terhadap rencana revisi Peraturan Pemerintah Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dalam rencana revisi yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly itu, syarat-syarat untuk mendapat remisi bagi semua narapidana, termasuk kasus korupsi, akan dipermudah.
Advertisement
Over capacity atau kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas) jadi salah satu alasan Yasonna ingin mempermudah syarat remisi bagi semua narapidana, tak terkecuali kasus korupsi.
Menurut Agus, alasan over capacity tidak tepat. Sebab, seharusnya Menkumham bisa mencari jalan keluar yang lain dari permasalahan itu. Misalnya dengan membangun lapas-lapas baru untuk mengatasi permasalahan kelebihan kapasitas.
"Kalau mau memberikan remisi, mestinya alasannya bukan itu. Kan bisa bangun lapas banyak. (Alasan over capacity) Itu bukan sesuatu yang tepat," ujar Agus di Tanakita, Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (20/8/2016).
Surati Kemenkumham
Untuk itu, lanjut Agus, pihaknya sudah menyurati Kemenkumham. Surat yang dilayangkan KPK itu menyangkut penolakan pihaknya terhadap rencana revisi tersebut.
"Tembusannya ke Presiden. Kita menyampaikan itu sulit diubah. Kita tetap menyatakan sikap kita. Kalau tidak diterima kita WO (walk out) saja dari pembicaraan itu," kata Agus.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly menyatakan rencananya untuk merevisi PP 99 Tahun 2012. Dengan revisi PP 99 ini, Yasonna ingin mendorong agar tidak ada diskriminasi persyaratan bagi semua narapidana untuk mendapat remisi. Padahal PP itu mengatur juga soal pengetatan pemberian remisi bagi narapidana khusus, seperti narapidana kasus korupsi, narkoba, dan terorisme.
Dia juga menginginkan agar prosedur pemberian remisi bagi seluruh narapidana dibuat menjadi satu pintu, yakni melalui Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). TPP ini yang nanti menilai berapa remisi yang didapatkan oleh seorang narapidana.
TPP direncanakan akan terdiri dari perwakilan Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Polri, KPK, ahli psikologi, dan pihak terkait lainnya. Yasonna mengaku, TPP akan tetap ketat dalam pemberian remisi bagi terpidana kasus-kasus kejahatan luar biasa.
Advertisement