Liputan6.com, Damaskus - Beberapa hari lalu dunia digemparkan oleh foto seorang bocah Suriah yang sedang duduk termangu di kursi ambulans berwarna oranye, dengan sekujur tubuh berselimut debu dan bagian wajah berlumuran darah. Namanya Omran Daqneesh, bocah lima tahun itu selamat dalam pengeboman pada Rabu 17 Agustus lalu.
Namun nasib baik Omran, tak dialami sang kakak, Ali, yang lima tahun lebih tua. Menurut Kampanye Solidaritas Suriah seperti dikutip dari BBC, Minggu (21/8/2016), bocah itu meninggal dunia akibat luka, setelah pesawat pembom menghantam kediaman keluarga mereka di Aleppo.
Advertisement
Kabar tersebut dikuatkan dengan pernyataan seorang jurnalis Timur Tengah, Kareem Shaheen. Ia menuliskan di Twitter, "Telah dikonfirmasi oleh dokter yang merawat Omran Daqneesh bahwa kakak laki-lakinya meninggal dunia karena luka yang ia derita..."
Salah satu sumber di Aleppo yang dikutip Reuters mengatakan bahwa Ali Daqneesh meninggal dunia akibat menderita pendarahan di dalam tubuhnya dan kerusakan organ.
Omran tinggal bersama ibu, ayah, dan saudara-saudaranya di Aleppo. Dan seluruh anggota keluarga itu dikabarkan terluka dalam serangan 17 Agustus lalu.
Laporan CNN menyebutkan, setidaknya tim penyelamat membutuhkan waktu satu jam untuk mengeluarkan Omran dari reruntuhan. Upaya penyelamatan itu dilakukan dengan penerangan seadanya, yakni menggunakan senter.
Oleh berbagai media, foto di mana Omran duduk terdiam dengan tubuh dipenuhi debu disebut "mewakili" bukti kekejaman perang.
Meski memicu kemarahan di seluruh dunia, namun menurut juru kamera Aleppo Media Center, Mustafa al Sarouq yang merekam video bocah itu, tak ada yang dilakukan untuk menghentikan kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak-anak di Suriah.
"Seluruh dunia hanya diam menyaksikan kejahatan kemanusiaan dilakukan di Aleppo terhadap para perempuan dan anak-anak," kata Mustafa.
"Ada ribuan anak seperti Omran yang dibom setiap harinya, tewas tiap hari... Setiap saat kota ini dihantam semua jenis senjata, menjadi korban semua jenis kejahatan. Kehidupan warga sungguh memprihatinkan."
Sejak 2012 lalu, Aleppo, kota yang dulu dikenal sebagai pusat komersial dan industri terbagi dua. Bagian barat kota itu dikuasai pemerintah, sementara bagian timur diduduki kelompok pemberontak.
Serangan yang terjadi pada 17 Agustus lalu diduga dilakukan jet-jet tempur milik pemerintah Suriah yang didukung Rusia. Peristiwa ini disebut sebagai bagian dari "razia" untuk menumpas kelompok anti-pemerintah.