Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) membantah harga rokok sudah mengalami kenaikan menjadi Rp 50 ribu per bungkus di toko ritel modern. Pernyataan ini sekaligus menegaskan ketidakbenaran kabar kenaikan harga rokok per 1 September 2016.
"Harga rokok belum naik kok. Kalau ada yang bilang sudah naik itu hoax," kata Ketua Umum Aprindo Roy Mande saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (21/8/2016).
Kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus diyakininya, tidak akan serta merta diterapkan. Pasalnya, pemerintah harus mendiskusikannya dengan seluruh stakeholder, seperti industri rokok, ritel, petani, dan lainnya karena ini menyangkut penyesuaian tarif cukai rokok.
Baca Juga
Advertisement
"Harga rokok jadi Rp 50 ribu industri bisa mati, tenaga kerja banyak kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Makanya penetapan kenaikan tarif cukai maupun harga rokok harus melalui audiensi publik," papar Roy.
Diakuinya, penjualan rokok berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan toko ritel modern. Angkanya mencapai 14 persen-15 persen atau lebih tinggi dari penjualan minuman beralkohol sebesar 9 persen-11 persen.
"Kalau harga rokok naik signifikan, tentu melemahkan daya beli masyarakat dan menggerus perdagangan, serta mematikan industri. Kalau bisa tarif cukai rokoknya 5 persen, sehingga harga rokok tidak naik terlalu tinggi," jelas Roy.
Dirinya berharap, dibanding menaikkan harga rokok sampai Rp 50 ribu per bungkus, lebih baik pemerintah mengawasi atau memperketat penjualan rokok, khususnya ke anak-anak sekolah dan remaja. Aturannya sama seperti penjualan minuman beralkohol.
"Dibuat aturan khusus, misalnya remaja yang mau beli rokok harus menunjukkan identitas diri, tidak boleh melayani anak-anak sekolah. Aturan ini harus diberlakukan bukan saja di toko ritel modern, tapi juga toko kelontong," Roy menyarankan.
Seperti diketahui, beredar kabar bahwa harga rokok telah mengalami kenaikan dua kali lipat di sejumlah supermarket. Harga tersebut akan berlaku pada 1 September 2016.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi sebelumnya mengatakan, pemerintah masih mengkaji kenaikan tarif cukai rokok di tahun depan. Kenaikan tarif cukai secara alami, lanjutnya, menghitung pertumbuhan ekonomi tahun depan 5,3 persen, dan inflasi 4 persen.
"Jadi alaminya (kenaikan tarif cukai) sekitar 10 persen. Tapi pasti ada tarik ulur antara yang pro kesehatan, industri, dan petani. Kita akan menentukan titik temu tarif yang ideal," jelasnya.
Apabila penyesuaian tarif cukai terlalu tinggi, Heru bilang, risikonya ada dua, yakni industri akan mati dan marak peredaran rokok ilegal. "Kalau tidak mati, ya ilegal banyak," pungkas Heru. (Fik/Ndw)