Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan II 2016 tercatat US$ 323,8 miliar atau mencapai Rp 4.273 triliun (estimasi kurs 13.197 per dolar AS). Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir triwulan II 2016 ini naik 6,2 persen jika dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dikutip dari laporan BI, Selasa (23/8/2016), pada akhir triwulan II 2016, posisi utang luar negeri sektor publik sebesar US$ 158,7 miliar atau 49 persen dari total utang luar negeri. Sementara utang luar negeri sektor swasta mencapai US$ 165,1 miliar atau 51 persen dari total utang luar negeri.
Baca Juga
Advertisement
Utang luar negeri sektor publik tersebut tumbuh meningkat menjadi 17,9 persen (yoy) pada triwulan II 2016 dari triwulan sebelumnya sebesar 14 persen (yoy). Sementara utang luar negeri sektor swasta turun 3,1 persen (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan penurunan pada triwulan sebelumnya sebesar 0,5 persen (yoy).
Menurut sektor ekonomi, posisi utang luar negeri swasta pada akhir triwulan II 2016 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa utang luar negeri keempat sektor tersebut terhadap total utang luar negeri swasta mencapai 75,9 persen.
Bila dibandingkan dengan triwulan I 2016, pertumbuhan tahunan utang luar negeri sektor listrik, gas, dan air bersih tercatat meningkat. Adapun pertumbuhan tahunan utang luar negeri sektor industri pengolahan tercatat melambat. Sementara itu, pertumbuhan tahunan utang luar negeri sektor pertambangan dan sektor keuangan mengalami kontraksi yang lebih dalam.
Bank Indonesia memandang perkembangan utang luar negeri pada triwulan II 2016 masih cukup sehat, namun terus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan utang luar negeri khususnya utang luar negeri sektor swasta.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa utang luar negeri dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas makroekonomi. (Yas/Gdn)