Wacana Kenaikan Harga Rokok Bakal Rusak Iklim Investasi

Perkebunan tembakau dan industri rokok merupakan salah satu sektor yang banyak dilirik investor asing.

oleh Septian Deny diperbarui 23 Agu 2016, 11:37 WIB
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau memproduksi rokok kretek di Malang Jawa Timur, (24/6/2010). (AFP/AMAN RAHMAN)

Liputan6.com, Jakarta - Wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus bakal merusak iklim investasi di Indonesia. ‎Terlebih, perkebunan tembakau dan industri rokok merupakan salah satu sektor yang banyak dilirik investor asing.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Willem Petrus Riwu mengatakan, sejumlah nama besar produsen rokok seperti Philip Morris, HM Sampoerna dan Bentoel merupakan investor terbesar di sektor ini. Selain itu, produsen rokok tersebut juga telah banyak menyerap tenaga kerja.

"Philip Morris, Sampoerna, Bentoel, itu investasinya besar. Beberapa tahun terakhir juga investasi terbesar itu juga salah satunya di rokok‎," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (23/8/2016).

Jika kenaikan harga tersebut jadi diterapkan, lanjut Willem, maka bukan tidak mungkin para investor tersebut menutup usahanya di Indonesia. Hal tersebut akan merusak iklim investasi yang telah dibangun ‎selama ini.

"Harus hati-hati karena rokok ini sudah ada investasi asing, ini merusak iklim usaha. Kalau anda sebagai pengusaha kemudian harga dinaikkan tiba-tiba oleh pemerintah, apakah iklim usahanya akan bagus?," kata dia.

Selain itu Willem juga mengingatkan, dalam 5 tahun terakhir, sudah sekitar 2.000 industri rokok yang gulung tikar. Sedangkan saat ini industri rokok yang masih taat membayar cukai hanya tinggal 100 industri. Oleh sebab itu diharapkan wacana kenaikan harga rokok ini bukan malah memperburuk industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia.

"Dalam 5 tahun sudah industri rokok banyak yang mati, dari 2.600 industri. Memang katanya masih ada 600 industri. Tapi sekarang hanya 100 industri yang bayar cukai," tandas dia.

Sebelumnya pada 22 Agustus 2016, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menegaskan bahwa sampai dengan saat ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum mengeluarkan aturan baru terkait tarif cukai rokok dan harga jual eceran rokok.

"Kemenkeu belum ada aturan terbaru mengenai harga jual eceran dan tarif cukai rokok sampai hari ini," katanya saat Konferensi Pers Tax Amnesty di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (22/8/2016).

Ia mengaku pemerintah sangat memahami studi dari Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia. Hasil studi ini menunjukkan sensitivitas atas kenaikan harga rokok terhadap konsumsi rokok.

Namun dijelaskan Sri Mulyani, Kemenkeu akan mengeluarkan kebijakan mengenai harga jual eceran dan tarif cukai rokok dengan sebelumnya memperhatikan Undang-Undang (UU) Cukai, termasuk dalam rangka Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. (Dny/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya