Kasus WNI Calon Haji Pakai Kuota Negara Lain Bukan Pertama Kali?

Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tetap mendaftar secara resmi ke Kemenag jika hendak berangkat haji, mekski antreannya lama.

oleh Oscar Ferri diperbarui 23 Agu 2016, 17:16 WIB
Ribuan jemaah muslim saat mengumandangkan doa sambil mengelilingi Kakbah selama bulan suci Ramadan di Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi, Rabu (8/6). (REUTERS/Faisal Al Nasser)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 177 WNI ditangkap otoritas Filipina lantaran hendak berangkat haji dengan menggunakan paspor dan kuota negara itu. Kementerian Agama mengungkapkan kasus WNI berangkat ke Tanah Suci menggunakan‎ kuota haji negara lain bukan pertama kali ini terjadi.

"Seperti tahun yang sebelumnya ada yang nonkuota sebenarnya. Mereka memperoleh kuota di luar negeri," ujar Inspektur Jenderal Kemenag, M Jasin, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/8/2016).

Menurut dia, para jemaah haji Indonesia ilegal yang menggunakan kuota negara lain itu kerap masuk ke tenda-tenda jemaah Indonesia yang menggunakan kuota Indonesia. Mereka bahkan menggunakan fasilitas yang disediakan Kemenag di tenda-tenda tersebut. Padahal, fasilitas dan pelayanan dari Kemenag itu untuk jemaah haji Indonesia yang mendaftar secara resmi.

Jasin pun mengimbau kepada masyarakat Indonesia untuk tetap mendaftar secara resmi ke Kemenag jika hendak berangkat haji, meski antrean sangat lama. Namun, dengan mendaftar resmi, calon jemaah tak mendapat masalah seperti yang dialami 177 WNI di Filipina.

"Jika alasannya antrean panjang, kita kan tahun depan ada tambahan kuota seiring dengan selesainya renovasi pelataran Masjidil Haram di Arab. ‎Kalau (renovasi selesai), jadi luas dan kembali lagi kuota diberikan seperti kuota yang diberikan sebelum 2013," ujar Jasin.

Informasi‎ mengenai penangkapan 177 WNI calon haji pertama kali disampaikan Kepala Imigrasi Filipina, Jaime Morente. Dia mengatakan lima warga Filipina yang mendampingi jemaah Indonesia tersebut juga ditangkap.

Menurut dia, paspor 177 WNI itu diperoleh secara ilegal. Paspor itu disediakan oleh para pendamping warga Filipina.

Jemaah Indonesia dilaporkan membayar mulai US$ 6 ribu-10 ribu atau sekitar Rp 79.110.000 hingga Rp 131.850 000 per orang demi bisa naik haji dengan cepat, tanpa usah menunggu antrean bertahun-tahun. Mereka pun mencoba menggunakan kuota haji yang diberikan Arab Saudi kepada Filipina.

"Identitas jemaah Indonesia itu terungkap setelah didapati mereka tidak berbahasa Filipina. Mereka kemudian mengaku sebagai warga negara Indonesia yang masuk ke Filipina secara terpisah sebagai turis," kata Morente seperti dikutip dari VOA Indonesia belum lama ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya