Ada Kota Purba di Bawah Tempat Eksotis Ini?

Lorong yang ada diyakini terhubung hingga puncak Gunung Suralaya.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 23 Agu 2016, 21:00 WIB
Pemandangan dari Puncak Suralaya (Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige)

Liputan6.com, Magelang - Jejak peradaban misterius yang terdapat di Omah Watu, sebuah gua di kaki Gunung Sumbing, diyakini merupakan pintu gerbang menuju sebuah kota purba. Keyakinan itu didasari keberadaan sebuah lorong dalam gua dengan tanda-tanda peradaban masa lalu.

Omah Watu merupakan sebuah gua batu di desa Ketangi, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Menurut Kepala Desa Ketangi, Alfian Isnad, beberapa warganya pernah menemukan sebuah lorong seluas lapangan sepakbola di perut bukit payung itu. Warga itu pun masuk ke ruangan besar itu dengan memasuki gua.

"Untuk masuk ke sana memang harus melalui sebuah celah turun ke bawah," kata Alfian kepada Liputan6.com, Selasa (23/8/2016).

Kesaksian adanya sebuah ruangan besar yang menghubungkan dengan tempat lain datang dari Widodo Waluyo, seorang pengunjung. Setelah memasuki sebuah celah batu yang sempit, kata dia, akan tiba di sebuah ruangan seluas lapangan sepak bola.

Dinding-dinding ruangan itulah diyakini menjadi pintu masuk ke sebuah peradaban purba. Apalagi dinding-dinding batu itu penuh dengan ukiran relief dua dimensi.

"Reliefnya seperti asal-asalan. Tapi ada juga yang berbentuk gambar wayang," kata Widodo.

Keberadaan relief wayang itu, menurut Alfian Isnaad, bisa jadi merupakan sebuah petunjuk. Apalagi di sekitar Desa Ketangi banyak desa yang menggunakan nama kerajaan di kisah wayang.

Alfian menyebutkan ada desa bernama Ngawangga (kerajaan karakter pewayangan Adipati Karna), ada juga Ngindrakila, yang merupakan tempat persemayaman dewa-dewa dalam kisah pewayangan. Belum lagi nama-nama desa lain.

"Entahlah. Tapi saya yakin, toponimi nama-nama wayang itu ada kaitannya dengan relief bergambar wayang itu," kata Alfian

Kota Purba di Bawah Suralaya

Salah satu sesepuh di Ketangi, Mbah Roji, menceritakan bahwa lorong yang ada diyakini terhubung hingga puncak Gunung Suralaya. Puncak Suralaya adalah sebuah puncak perbukitan Menoreh yang menyimpan legenda berbau sejarah.

Jejak peradaban purba yang belum diteliti di kaki Gunung Sumbing (Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige)

Dalam kitab Cebolek/Cabolek, gubahan pujangga Mataram yang bernama Raden Ngabehi Yasadipura, dikisahkan bahwa Raden Mas Rangsang, Putra Mahkota Kerajaan Mataram Islam, pernah menerima wangsit untuk menjadi penguasa tanah Jawa.

"Dalam kitab itu Raden Mas Rangsang harus berjalan kaki dari keraton di wilayah Kotagede menuju ke arah barat. Menempuh perjalanan dengan jarak sekitar 40 kilometer di wilayah pegunungan Menoreh," kata mbah Roji.

Pada titik tertentu, ternyata Raden Mas Rangsang kelelahan dan pingsan. Saat itu ia mendapat wangsit yang meminta agar ia bertapa di tempat ia pingsan. Tempat itulah yang sekarang disebut dengan Puncak Suralaya.


Rumah Dewa Puncak Suralaya

Puncak Suralaya dikenal sebagai rumah Dewa. Di puncak dengan ketinggian 1.091 meter di atas permukaan air laut itu terdapat sebuah patung Bathara Guru yang tak lain adalah Dewa Syiwa dalam agama Hindu. Patung itu berdiri di atas Lembu Andhini seolah sedang memandang keindahan panorama di depannya.

Eksotisme Puncak Suralaya bisa diindikasikan dengan pemandangan yang elok. Dari puncak Suralaya, kita dapat melihat dengan jelas beberapa puncak gunung seperti Merapi, Merbabu, Sumbing, Sindoro.

Bahkan, kita dapat melihat kemegahan Candi Borobudur seandainya tidak tertutup kabut. Suasana damai mendominasi tempat yang cukup dingin ini.

"Itu baru satu lorong yang diyakini sampai ke Suroloyo. Tapi sampai sekarang enggak ada yang berani masuk lorong itu. Sementara lorong lainnya, diyakini langsung terhubung ke Candi Borobudur dan percandian Dieng," kata mbah Roji.

Pemandangan dari Puncak Suralaya (Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige)

Peradaban purba yang diyakini masyarakat Ketangi bukan tanpa alasan. Namun mereka juga menyadari bahwa peradaban purba yang diyakini memiliki perbedaan zaman.

"Usia Dieng kan lebih tua daripada Borobudur, apalagi Suroloyo. Namun kami meyakini bahwa orang Jawa selalu mengembangkan peradabannya dengan adaptasi dari peradaban sebelumnya," kata Alfian.

Kesadaran masyarakat Ketangi itupun diiyakan oleh Mbah Roji. Di sekitar Ketangi ada sabana ilalang yang terdapat jejak batuan kuno bernama Watu Tumpang dan Watu Lumpang.

"Di sepanjang lorong dari Ketangi ke Suroloyo itu bisa jadi kita menemukan dokumentasi atau prasasti. Mungkin malah ada kota purba bawah tanah. Bisa juga kota itu menyimpan perubahan-perubahan zaman," kata mbah Roji.

Lalu benarkah ada kota purba di bawah tempat seeksotis puncak Suralaya? Mari menunggu penelitian para ahli arkeologi, geologi, dan antropologi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya