Liputan6.com, Jakarta - Sebuah organisasi nirlaba yang peduli terhadap satwa mengeluarkan peringatan mengejutkan, bahwa orangutan bisa punah dalam 10 tahun. Hal itu bisa terjadi jika tak ada tindakan pelestarian hutan di Indonesia dan Malaysia.
Sebulan lalu, orangutan Kalimantan sudah termasuk dalam daftar satwa yang terancam kritis punah menurut International Union for the Conservation of Nature (IUCN). Dalam daftar itu termasuk di dalamnya orangutan Sumatra.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari Independent pada Rabu (24/8/2016), hanya dalam waktu 25 tahun, seperempat hutan Indonesia musnah. Ukuran itu setara dengan kira-kira 76 juta akre (setara dengan lebih dari 300 ribu kilometer persegi).
Salah satu alasan utamanya adalah pembersihan lahan untuk keperluan perkebunan kelapa sawit.
Minyak kelapa sawit dipergunakan dalam berbagai produk konsumen seperti keripik, pizza, bakmi, donat, bahkan hingga pasta gigi, sampo dan biodiesel.
Pada awal tahun ini, organisasi Greenpeace menuduh beberapa merek terkenal seperti Pepsico, Johnson & Johnson dan Colgate-Palmolive telah gagal memastikan produk mereka tak mengandung minyak kelapa sawit dari lahan penggundulan hutan.
Atas dasar itu, Alan Knight, Kepala International Animal Rescue (IAR) yang memiliki pusat penyelamatan binatang di Kalimantan memperingatkan bahwa orangutan terancam punah.
Knight mengatakan, "Jika pemusnahan hutan hujan berlanjut, makan saya benar-benar putus harapan bahwa orangutan akan tetap ada di alam liar."
Ketika ditanya berapa lama lagi orangutan bisa menyintas, Knigth menjawab, "Saya bisa katakan, kira-kira 10 tahun, jika kita tidak menghentikan pengerusakan."
"Mungkin orangutan Sumatra akan musnah lebih dulu, jika mereka tidak menangani situasi di sana. Sungguh suatu pergulatan berat dan kita sedang kalah," imbuhnya.
Kebakaran hutan memang bisa terjadi secara alamiah, tapi bisa juga disengaja untuk membuka lahan supaya bisa dijadikan perkebunan kelapa sawit.
"Kebakaran itu menjadi dalih… tiba-tiba, semua daerah yang mereka inginkan jadi kebun malah tidak bisa dijadikan apa-apa lagi, lalu mereka tanami kelapa sawit."
Bahkan tempat pengayoman milik lembaga itu pun pernah ikut terbakar.
Kelompok itu menampung beberapa orangutan, misalnya seekor orangutan bernama "Mama Anti" bersama sang bayi. Keduanya ditemukan sekarat tahun 2015 lalu.
Setelah mendapatkan perawatan, mereka sekarang sudah dikembalikan ke alam liar.
Knight khawatir mereka tidak bisa lagi melakukan itu di masa depan. Menurutnya, "Yang membuat saya susah tidur adalah apakah nantinya masih ada hutan sebagai tempat untuk melepaskan mereka."
Bulan lalu, IUCN mengatakan bahwa populasi orangutan Kalimantan menyusut, "seiring dengan perubahan hutan tempat tinggal yang berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit, karet, atau kertas. Beberapa di antaranya dibunuh oleh manusia."
Erik Meijaard, seorang spesialis primata di IUCN, mengatakan "orangutan diburu dan diusir dari habitat mereka, sehingga ada potensi besar kehilangan spesies yang lambat berkembangbiak dan amat sukar dikembalikan."
Menurut Daftar Merah IUCN, populasi orangutan Kalimantan turun sebanyak lebih dari 60 persen antara tahun 1950 dan 2010. Diduga, terjadi penyusutan lagi sebesar 22 persen sebelum 2025.