Investasi Besar Inggris Runtuhkan 'Tembok Besar' China

Investasi besar-besaran Inggris menjadi kunci sukses meruntuhkan 'Tembok China'

oleh Rejdo Prahananda diperbarui 24 Agu 2016, 12:10 WIB
Kekompakan tim senam Ritmik asal Belarusia menggunakan alat ribbons pada final Olimpiade Rio 2016 di Olympic Arena, Rio de Janeiro, Brasil. (REUTERS/Ruben Sprich)

Liputan6.com, Jakarta Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Brasil, rampung digelar. Dua negara raksasa, Inggris dan Tiongkok, bersaing ketat berebut posisi dua. Namun, Inggris keluar sebagai runner-up. Investasi besar-besaran Inggris menjadi kunci sukses meruntuhkan "Tembok China".

Inggris mengungguli Tiongkok dengan selisih satu emas. Inggris mendapatkan 27 emas dan Tiongkok 26 emas. Total medali keseluruhan, Tiongkok meraih 70 medali, sementara Inggris membawa pulang 67 medali. Keberhasilan Inggris mengalahkan Tiongkok di Olimpiade 2016 menjadi prestasi terbaik selama rentang 1 abad alias 100 tahun.

Dari segi kuantitas atlet di Olimpiade 2016, Tiongkok memimpin atas Inggris. Tiongkok berkekuatan 416 atlet, sementara Inggris membawa 366 atlet. Pencapaian Tiongkok terus merosot dari tiga Olimpiade terakhir.

Pada Olimpiade 2008 lalu di Beijing, Tiongkok mengemas 51 emas. Namun jumlah tersebut merosot empat tahun kemudian di London di mana Tiongkok meraih 38 emas. Pada Olimpiade 2016, jumlah emas Tiongkok terus menyusut, menjadi 26 emas.

Hasil ini membuat media-media Negeri Tirai Bambu "geram" atas pencapaian kontingen mereka. Kantor berita Tiongkok, Xinhua, bahkan menulis di Twitter, "Anda bercanda? Negara yang tidak pernah finis di atas Tiongkok mampu melakukannya.”

Fenomena ini menjadi perhatian serius. Investasi besar Inggris menghadapi Olimpiade menjadi salah satu alasan mereka memimpin atas Tiongkok. Media Tiongkok, Beijing News, melaporkan Komite Olimpiade di Inggris menginvestasikan dana mencapai 387 juta pound sterling (Rp 6,4 triliun). Mereka juga menerima sumbangan dari Badan Nasional Lotere Inggris, jumlahnya mencapai 274 juta poundsterling. Sedangkan, Tiongkok tidak transparan terkait dana persiapan atlet-atlet menghadapi Olimpiade 2016.

Dalam tajuk rencana media tersebut, Beijing News menulis, "Cukup berbicara, teori investasi tinggi menghasilkan output tinggi. Ini berlaku di Olimpiade." Media tersebut juga menyalahkan sikap atlet Tiongkok menghadapi Olimpiade.


Presiden Gagal Bangun Olahraga

Pesta penutupan Olimpiade 2016

Perolehan medali emas Tiongkok di Rio menurun drasis, hingga 51 emas daripada Olimpiade di Beijing 2008. Pengamat olahraga Tiongkok, Xu Guoqi, menyentil prestasi para atlet di Brasil. Hasil ini, menurut Xu, juga menjadi alarm bahaya pemerintah Presiden Xi Jinping membangun sektor olahraga. 

"Kinerja cemerlang tim Inggris menjadi pil pahit mengerikan untuk rezim Tiongkok sekarang," kata Xu, profesor sejarah Universita Hong Kong sekaligus penulis buku Olympic Dreams: China dan Olahraga, 1895 sampai 2008 ini. "Ini sangat memalukan bagi rezim dan Presiden Xi Jinping terkait dengan mimpi sebagai salah satu kekuatan olahraga di dunia," ujar Xu.

Wartawan Tiongkok, Yang Qiang, yang bekerja untuk Titan Sports, koran mingguan terbesar di Tiongkok, menyalahkan reshuffle otoritas olahraga di Tiongkok yang membuat dana untuk kontingen berkurang. “Ini tidak boleh terjadi lagi, dan atlet Tiongkok membuat kesalahan di beberapa cabang olahraga yang seharusnya tidak perlu dilakukan.”

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya