Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai kebijakan menaikkan cukai secara signifikan hingga harga jual rokok mencapai Rp 50 ribu tidak tepat dilakukan pada saat ini. Terlebih lagi di tengah defisit anggaran yang tengah membayangi pemerintah di tahun ini.
Ketua Umum Kadin Rosan P Roeslani mengatakan, selama ini produk rokok menyumbang penerimaan yang signifikan bagi negara melalui cukai. Secara total, rata-rata penerimaan negara dari produk ini mencapai Rp 170 triliun per tahun.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau dari sisi kesehatan, rokok memang mutlak kurang baik. Tapi dari sisi pendapatan negara, cukai ini sangat signifikan. Dalam setahun, cukai rokok dan jaringannya itu hampir Rp 170 triliun," ujar dia di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2016).
Melihat besarnya kontribusi rokok tersebut, lanjut Rosan, maka menjadi kurang tepat jika pemerintah justru mengganggu industrinya dengan pengenaan cukai yang besar. Sebab kenaikan cukai dan harga jual rokok ini berpotensi menurunkan penjualan rokok di dalam negeri.
"Oleh sebab itu, pada saat anggaran belanja kita defisit, banyak pendapatan dari pajak dan cukai. Dan Rp 170 triliun itu besar dan terbesar. Yang nggak bisa dipungkiri, negara sangat butuh income untuk pembangunan," kata dia.
Selain soal cukai, industri hasil tembakau (IHT) ini juga telah menyerap tenaga kerja yang banyak. Belum lagi tenaga kerja yang secara tidak langsung berkaitan dengan industri, seperti distributor hingga pedagang eceran. Jika industri sampai terganggu, maka akan menjadi masalah yang besar bagi pemerintah.
"Ini menyerap 6,5 juta tenaga kerja. Jadi dalam penyerapan tenaga kerja juga besar. Kalau sampai industri ini terganggu, problem-nya juga sangat signifikan," tandas dia.(Dny/Nrm)