Liputan6.com, Tyaglum - Sebuah desa yang terletak di perbukitan dekat perbatasan Queensland-New South Wales baru-baru ini menyedot perhatian. Desa berpenghuni 300 penduduk itu berencana untuk memutus aliran listrik dari Pemerintah Australia.
Jika semua berjalan dengan rencana, desa bernama Tyalgum yang terkenal dengan gaya hidup alternatif itu menjadi tempat pertama di Australia yang 100 persen menggunakan energi terbarukan.
Advertisement
Ide tersebut dicetuskan pada September 2014 oleh seorang pengusaha lokal, Andrew Price. Ia merupakan orang berpengalaman di industri energi terbarukan yang menjalankan perusahaan Australian Radio Towers.
"Memutus aliran listrik (dari pemerintah) merupakan pernyataan ke negara bahwa ini (energi alternatif) bisa dilakukan dan dapat dilakukan," ujar Price kepada BBC seperti dikutip Liputan6.com pada Kamis (25/8/2016).
Meski Tyaglum mungkin bukan merupakan lokasi terdepan untuk menjalankan revolusi energi terbarukan, pendukung rencana itu mengatakan terdapat beberapa alasan mengapa desa tersebut cocok untuk menjalankan proyek.
Pertama, isu keberlanjutan lingkungan erat dengan penduduk Tyalgum yang telah berperang melawan kegiatan fracking--mengambil energi sisa dalam lubang bekas penggalian sumber energi. Masyarakatnya juga mendukung penuh proyek ramah lingkungan.
Desa tersebut juga teraliri listrik di lokasi paling akhir. Hal itu membuatnya tak mengganggu pasokan energi tempat lain jika pemutusan listrik dilakukan.
Selain itu, Tyaglum ingin memperbaiki keadaan ekonominya. Selama ini desa yang bergantung pada bidang pariwisata itu terbebani tagihan listrik.
Menurut keterangan Price, secara kolektif, 300 penduduk Tyalgum menghabiskan 700 ribu dolar Australia atau sekitar Rp 7 miliar hanya untuk listrik, di mana 55 persennya digunakan untuk pemeliharaan tiang dan kabel.
Persetujuan Masyarakat
Izin Sosial
Proyek desa mandiri energi itu sejauh ini telah menarik perhatian pemerintah untuk mendanai sekitar 15 ribu dolar Australia atau Rp 151 juta.
Kacey Clifford, yang memimpin proyek tersebut mengatakan, menjaga dan memperdalam dukungan masyarakat dalam jangka waktu yang panjang merupakan hal penting untuk membuat proyek berjalan terus.
"Merupakan hal penting untuk membuat masyarakat kembali ke konsep tersebut sebelum kita membangun solusi," tutur Clifford.
"Saya pikir mereka menyebutnya sebagai mendapat izin sosial," imbuhnya.
Pemasangan sistem energi surya, lengkap dengan panel dan penyimpanan baterai, rencananya akan dimulai pada Oktober 2016.
Biaya yang diperlukan untuk membangun infrastruktur sistem energi surya agar seluruh desa menjadi mandiri secara energi diperkirakan mencapai 7 juta dolar Australia atau sekitar Rp 70,6 miliar.
Usaha yang Layak
Menurut direktur perusahaan Energy for the People dan penulis studi kelayakan Tyalgum Energy Project, Tosh Szatow, walaupun memerlukan izin untuk memotong kabel, tapi itu lebih mudah dari apa yang dipikirkan orang.
"Para regulator telah menangani proyek besar semacam ini. Namun proyek ini memiliki rencana yang benar-benar masuk akal dan membuat mereka senang," ujar Szatow.
"Yang dipedulikan oleh regulator adalah harga energi yang didapatkan pelanggan dan hal-hal seperti keamanan dan ketahanan uji," ucapnya.
Konsultan energi independen, Craig Froome, setuju bahwa isu-isu seperti regulasi, penyimpanan baterai, dan kepemilikan negoiasi dari kabel penghubung bukan merupakan masalah besar yang dapat menghambat jalannya proyek.
"Orang-orang kebanyakan ragu untuk melakukan sesuatu sampai mereka melihat bahwa hal itu dapat berjalan di tempat lain. Anda membutuhkan seseorang untuk mengambil inisiatif dan melakukannya," tutur Froome.
"Akan lebih baik untuk memiliki wilayah percontohan yang benar-benar membuktikan bahwa distribusi desentralisasi akan benar-benar bekerja. Dapatkah Anda benar-benar memutus aliran listrik dari pemerintah?" katanya.
Namun jika proyek itu berhenti sebelum benar-benar dapat memutuskan aliran listrik dari pemerintah. Namun menurut Clifford, hal tersebut bukan merupakan kerugian total.
"Kami tak melihat risiko pada setiap titik karena jika berhenti, orang-orang masih memiliki sel surya di atap mereka," ujar Clifford.
Advertisement