KPK Periksa Manajer PT Hutama Karya untuk Kasus Korupsi IPDN

Remon berstatus sebagai saksi dalam pemeriksaan hari ini. Keterangannya diperlukan penyidik untuk tersangka Dudy Jocom.

oleh Oscar Ferri diperbarui 25 Agu 2016, 12:20 WIB
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Remon Debal akan menemui penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Deputi Project Manager Divisi Gedung tahun 2011 PT Hutama Karya (Persero) itu akan diperiksa penyidik dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada 2011.

Remon berstatus sebagai saksi dalam pemeriksaan hari ini. Keterangannya diperlukan penyidik untuk tersangka Dudy Jocom.

"Dia saksi buat tersangka DJ," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Kamis (25/8/2016).

Bersamaan dengan Remon, penyidik juga memasukkan dua saksi lainnya hari ini. Mereka adalah pegawai PT Hutama Karya‎, R Soetanto, dan seorang pihak swasta bernama Dwianto Sulistyo Budi.

"Sama, mereka juga jadi saksi untuk tersangka DJ," kata Yuyuk.

KPK dalam kasus ini sudah memeriksa puluhan saksi. Bahkan KPK pernah memeriksa 42 saksi di Kampus IPDN, Baso, Kabupaten Agam, secara maraton pada 17 Maret-23 Maret 2016. Pemeriksaan 42 saksi itu dilakukan KPK sebagai langkah efektivitas dan efisiensi. Sebab, semua saksi tinggal di Sumbar, sehingga akan memakan waktu dan tenaga jika semuanya dipanggil ke Jakarta.

Pada kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Kampus IPDN di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, tahun 2011 ini, KPK telah menetapkan dua tersangka. Mereka adalah Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Dudy Jocom dan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan.

Kedua tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam proyek pembangunan Gedung Kampus IPDN Kabupaten Agam yang diresmikan Mendagri Gamawan Fauzi pada 2013 silam tersebut. Akibat perbuatan keduanya, negara diduga mengalami kerugian Rp 34 miliar dari total nilai proyek Rp 125 miliar.

Keduanya disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 huruf a atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya