Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengaku tidak gembira dengan pencapaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, termasuk opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2015. Status ini diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena ada 6 permasalahan atas hasil audit lembaga tersebut.
Dalam rapat kerja (raker) pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2015 dan RUU APBN 2015, Sri Mulyani saat agenda pendapat pemerintah mengatakan, pemerintah mendengar seluruh pandangan dari seluruh fraksi, Panja Perumus draft RUU APBN 2015.
"Pemerintah akan menindaklanjuti rekomendasi dari Panja, dan menindaklanjuti temuan BPK," kata Sri Mulyani di Gedung Banggar DPR RI, Jakarta, Kamis (25/8/2016).
Pertama, sambungnya, pemerintah akan meningkatkan kualitas LKPP, laporan keuangan bendahara umum negara dan Kementerian/Lembaga (K/L) yang masih mendapat opini WDP atau tidak menyatakan pendapat. Ia sudah meminta kepada Dirjen Perbendaharaan Negara untuk mengumpulkan K/L yang masih memperoleh status WDP untuk membantu K/L lebih baik.
Kedua, menyebarluaskan informasi LKPP kepada masyarakat sehingga terjadi perbaikan dalam pemahaman dan pengelolaan keuangan pemerintah pusat. Ketiga, meningkatkan kualitas penyajian laporan keuangan pemerintah, menertibkan aset melalui inventarisasi aset, pemanfaatan aset dan legalisasi aset K/L.
Baca Juga
Advertisement
"Saya membaca ini memang tidak gembira, karena 10 tahun jadi Menkeu, itu sudah menjadi bagian dari proses. Ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan dari sisi inventarisasi, pemanfaatan dan legalitas aset," terang Sri Mulyani.
Keempat, sambungnya, meningkatkan kualitas dan kuantitas laporan keuangan karena ada K/L yang hanya senang meminta anggaran, namun kurang dalam pelaporan pertanggungjawaban. Indonesia harus menuju sistem akuntansi berbasis akrual setelah sebelumnya sempat tertunda saat dirinya menjadi Menkeu karena ketidaksiapan K/L.
Kelima, pemerintah akan memberikan penghargaan baik untuk K/L maupun pemerintah daerah yang bisa mengelola keuangan dan memperoleh status Wajar Tanpa Pengecualian dalam laporan keuangan.
"Memang ada kekhawatiran dengan nilai utang yang selalu current, tapi aset tidak mencerminkan seolah-olah ada risiko dan ketidakseimbangan yang besar," ujar Sri Mulyani.
Ia pun setuju dengan anggota Banggar DPR bahwa pemerintah perlu mengelola ekonomi dengan kehati-hatian. Pemerintah menyoroti realisasi APBN 2015 yang tidak mencapai target dari sisi penerimaan negara. Pendapatan negara yang dibukukan hanya 83,3 persen dari target APBN-P 2015 sebesar Rp 1.761 triliun.
"Jadi ada kekurangan penerimaan di bawah target APBN-P 2015 sebesar Rp 248 triliun. Ini adalah fakta pertama saat saya kembali menjadi Menkeu untuk LKPP dan realisasi APBN 2015 tidak tercapai sehingga di APBN-P 2016 kita lakukan langkah penyesuaian," terangnya.
Sri Mulyani berjanji akan menyusun APBN yang jauh lebih realistis dan kredibel untuk tahun anggaran mendatang. Pasalnya APBN merupakan instrumen untuk memacu pertumbuhan ekonomi, diiringi dengan kebijakan fiskal yang tepat, perbaikan institusi sehingga iklim investasi semakin baik.
"APBN jangan sampai membuat beban dan justru menciptakan kerawanan bagi negara," ujarnya.
Dalam raker ini, pemerintah dan Banggar DPR RI menyepakati draft Rancangan Undang-undang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN 2015 yang disusun Panja untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II. (Fik/Gdn)