Ini Alasan Jokowi Ingin Bentuk Super Holding BUMN

BUMN yang ada selama ini selalu disokong kucuran dana dari pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN).

oleh Septian Deny diperbarui 26 Agu 2016, 18:51 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) Ingin membentuk super holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Liputan6.com, Jakarta - ‎Pemerintah berencana membentuk super holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pembentukan super holding ini diharapkan membuat BUMN Indonesia semakin kuat dan kompetitif.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, BUMN yang ada selama ini selalu disokong kucuran dana dari pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN). Namun pemerintah tidak ingin selamanya BUMN hidup dari dana bantuan pemerintah.

"Karena tanpa itu (holding) tiap tahun harus disubsidi. Kalau negara lain bisa, kita juga bisa melakukan," ujar dia dalam Silaturahmi dan Dialog Nasional Ikatan Senior HIPMI (ISHI)‎ di Jakarta, Jumat (26/8/2016).

Selain itu, menurut Jokowi, dibukanya investasi asing berdampak positif bagi BUMN. Dengan dibukanya pihak asing untuk berusaha di Indonesia, membuat perusahaan-perusahaan pelat merah di dalam negeri lebih kompetitif dan berpikir ke depan.

Dia mencontohkan, pada era 1975, perbankan BUMN seperti BNI dan BRI relatif tidak memiliki kompetitor perbankan asing. ‎Akibatnya, pelayanan dan SDM yang diberikan pun terbatas karena tidak memiliki saingan.

"Di Tahun 1975, BNI BRI tidak ada saingan. Jam 1 (siang) saja sudah tutup. Tapi begitu ada kompetisi, ada perbankan asing, semua orang takut yang BUMN ini tutup. Tapi sekarang buktirnya BNI, BRI, Bank Mandiri dapat keuntungan lebih dari swasta. Kalau tidak ada kompetisi, mereka tidak memperbaiki ATM, tidak membenahi SDM," jelas dia.

Hal yang sama juga terjadi pada Pertamina. Pada era 1970-1990, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU‎) milik perusahaan pelat merah tersebut kumuh dan apa adanya. Namun sejak dibuka investasi asing pada bidang tersebut, maka mau tidak mau Pertamina membenahi pelayanan dan infrastruktur.

"Pertamina di 1970,1980, 1990-an pompa bensin masih kumuh. Tapi begitu dikompetisikan, Shell masuk, Total masuk, SPBU-nya mulai berkompetisi, dicat baru, seragamnya baru. Jadi psikologi masyarakat kita memang begitu,"‎ kata dia.

Contoh terakhir yaitu Garuda Indonesia. Dulu maskapai tersebut hanya bersaing dengan sesama maskapai BUMN yaitu Merpati Airlines. Namun setelah dibukanya investasi di bidang jasa angkutan udara, kini pelayanan yang diberikan Garuda Indonesia pun berstandar internasional.

"Garuda dulu hanya berdampingan dengan Merpati. Kemudian dibuka 70-80 airlines, sekarang sudah lebih baik. Pelayanan baik, counter baik, pramugari pilihan yang lebih baik. Jadi kalau tidak dikompetisikan, sudah tidak ada perbaikan, rugi terus. Apalagi kalau semakin di subsidi, sudah tidak benar, ini 

Swasta kita akan semakin baik dengan kompetisi dan BUMN lebih baik dengan kompetisi," tandas dia. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya