Top 3: Intip Kegiatan Mbah Gotho Bersama Cucu Kesayangan

Berusia 146 tahun menjadi sebuah anugerah bagi simbah. Dia bisa melihat empat tingkat turunannya: anak, cucu, cicit, hingga canggah.

oleh Dian KurniawanFajar AbroriFajar Eko Nugroho diperbarui 26 Agu 2016, 20:40 WIB
Berusia 146 tahun menjadi sebuah anugerah bagi simbah. Dia bisa melihat empat tingkat turunannya: anak, cucu, cicit, hingga canggah.

Liputan6.com, Sragen - Saat sedang di rumah tak banyak kegiatan yang bisa dilakukan oleh Mbah Gotho, kakek tertua di dunia asal Sragen yang kini telah menginjak usia 146 tahun.

Sepeninggal anak-anaknya, keseharian Mbah Gotho diisi bersama para cucunya. Namun dari semua, ada satu cucu yang paling disayanginya, yakni dari buah perkawinan Mbah Gotho dengan istri terakhirnya. 

Keseharian Mbah Gotho menjadi berita yang paling banyak menyita perhatian pembaca Liputan6.com, terutama di kanal Regional, Jumat (26/8/2016).

Kabar lainnya yang juga tak kalah menarik mengenai warga Brebes yang ditagih Rp 200 ribu saat urus e-KTP dan cerita pasien penderita wajah sumbing atau facial cleft yang tidak boleh menggaruk pipi.

Berikut berita populer selengkapnya yang terangkum dalam Top 3 Regional

1. Begini Hidup Sehari-hari Mbah Gotho, Kakek 146 Tahun dari Sragen

Mbah Gotho kakek 146 tahun dari Sragen (Liputan6.com / Fajar Abrori)

Lantainya beralaskan tanah dan temboknya batu bata. Rumah Mbah Gotho ini beralamatkan di RT 18/RW 06, Segeran, Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah. Rumahnya ada di daerah pedesaan, jauh dari pusat kota. Untuk menempuhnya dari Solo membutuhkan waktu sekitar 1 jam 15 menit.

Setiap harinya, Mbah Gotho hanya duduk di rumah, mengingat kondisi fisik yang sudah menurun. Kemampuan pendengaran dan penglihatannya sudah tak maksimal lagi.

Saban hari, cucu-cucunya bergantian menyambangi simbah. Tapi dari sekian cucu itu, Suryanto yang paling kerap menemuinya. Suryanto adalah cucu dari buah perkawinan Mbah Gotho dengan istri terakhirnya. 

"Beberapa bulan belakangan ini Mbah Gotho ya cuma duduk. Nanti makanan saya yang ngirimin," kata Suryanto di Sragen, Jawa Tengah.

Selengkapnya...

2. Urus e-KTP, Warga Grinting Brebes Ditagih Rp 200 Ribu

Jika menolak bayar dan mengurus sendiri, pembuatan e-KTP atau KTP-el tidak juga selesai setelah berbulan-bulan diajukan. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Warga Desa Grinting, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, mengeluhkan biaya tinggi dalam pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el atau e-KTP).

Pasalnya, proses pembuatan yang dikoordinir aparat desa setempat dikenai biaya pembuatan Rp 150 ribu. Salah satu warga, mengaku dimintai uang sebesar Rp 150 ribu untuk membuat KTP-el dan ditambah biaya jasa calonnya.

Ia menuturkan, aparat desa itu mematok biaya tinggi dengan alasan bisa mempercepat pembuatan e-KTP. 

Selama menunggu jadinya e-KTP, ia hanya diberikan surat keterangan yang digunakan untuk mengurus keperluan dokumen identitas penduduk selama belum jadi. 

Selengkapnya...

3. Tutik, Pasien Wajah Sumbing Lumajang, Tak Boleh Garuk Pipi

Gadis 16 tahun asal Desa Urang Gantung, Kecamatan Sukodono, Lumajang, Jawa Timur, mengalami kelainan cacat wajah bawaan sejak lahir. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Tutik Handayani, pasien penderita wajah sumbing (facial cleft) telah pulang ke rumahnya yang berlokasi di Desa Urang Gantung, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang.

"Sepuluh hari lagi nanti, dia harus datang untuk kontrol di poli bedah plastik. Dan jika hasilnya bagus, jahitan di wajahnya memungkinkan untuk dilepas. Bahkan, Tutik bisa segera dioperasi kembali dalam dua hingga hari berikutnya," tutur Dirut RSUA yang akrab disapa Nasron, Jumat (26/8/2016). 

Nasron juga menyampaikan bahwa putri dari Fatmawati itu supaya berhati-hati terhadap kulit baru Tutik. Sebab, adik angkat dia bisa saja gemas melihat wajah barunya. 

"Tidak harus steril, tapi dijaga biar adiknya tidak menyentuh atau menggaruk mukanya," ucap Nasron.

Selengkapnya...

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya